Slide K.I.S.A.H
LATAR BELAKANG IBERIA
Sejarah Amerika tidak terlepas dari pengaruh Sejarah Eropa karena apa yang terjadi di benua yang bernama Amerika itu mengikuti atau paling tidak terkena dampak oleh berbagai peristiwa yang sedang terjadi di Eropa. Hal ini dikarenakan di benua Amerika terdapat wilayah-wilayah yang diklaim sebagai koloni oleh berbagai negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, Spanyol, dan Portugis. Terdapat perbedaan antara wilayah koloni Eropa di Amerika yang kita sebut sebagai Amerika Anglo Saxon dan Amerika Latin. Keduanya dipengaruhi oleh akar budaya masing-masing negara induk. Untuk memahami bagaimana perjalanan sejarah wilayah Amerika Latin, lebih baik kita mengetahui latar belakang bagaimana akar budaya Latin sangat dominan mulai dari Meksiko hingga Argentina.
Geografis Iberia
Benua Eropa memiliki semenanjung utama diantaranya Skandinavia, Apennina, dan Balkan, disamping itu terdapat satu semenanjung utama yang memiliki sejarah panjang dan pengaruh kebudayaan yang kuat di Eropa yaitu Iberia. Semenanung yang sekarang ditempati oleh negara Spanyol, Portugal dan Andorra ini terletak di Eropa bagian selatan dan menghadap ke Samudra Atlantik. Dipisahkan oleh Pegunungan Pyrenea di utara yang berbatasan dengan Perancis dan Selat Gibraltar yang memisahkan Iberia dengan benua Afrika. Iberia khususnya Spanyol didominasi oleh plato dan dataran tinggi seperti Sierra Cantabria, Sierra Morena, Plato Castilla dan lain-lain. Diantara plato-plato dan pegunungan-pegunungan di Iberia mengalir sungai-sungai yang bermuara ke Samudra Atlantik diantaranya Sungai Tagus, Sungai Guadalquivir, Sungai Guadiana, dan Sungai Douro. Sungai besar yang mengalir ke Laut Tengah adalah Sungai Ebro yang sejajar dengan Pegunungan Pyrenea. Iberia hanya memiliki sedikit pesisir yang landai dan wilayah ini hanya terdapat di Portugal dan pinggiran Spanyol.
Latar Belakang Sejarah
Semenanjung Iberia, tempat lahirnya kebudayaan yang berpengaruh di Eropa bahkan dunia dan mendominasi Amerika Latin memulai sejarahnya sejak masa prasejarah. Masa prasejarah Iberia ditandai dengan kebudayaan manusia Cro-Magnon dengan peninggalan kebudayaan zaman batu yang paling bersejarahnya di Altamira, disebelah utara Santander. Masa prasejarah Iberia juga diwarnai dengan berbagai invasi oleh berbagai suku bangsa seperti bangsa Celt yang memasuki Iberia sekitar tahun 800 SM.
Wilayah Iberia kemudian menjadi incaran berbagai kekuatan besar di Mediteran seperti Phunisia, Yunani, Karthago, dan Romawi. Bangsa Phunisia yang berkembang dari Asia Barat (Tyre dan Sidon) mendirikan pos-pos perdagangannya di Iberia seperti di Cadiz dan Malaga. Tahun 500 SM, muncul kekuatan baru di Mediteran yaitu Yunani dimana bangsa Yunani merupakan bangsa perantau. Bangsa Yunani bersaing dengan bangsa Phunisia dalam membangun kota-kota di Iberia. Kemudian muncullah apa yang disbut dengan Zaman Emas Yunani di Iberia. Kemunculan Karthago menjadikan pengaruh Phunisia dan Yunani di Iberia memudar bahkan kebudayaan Phunisia hancur. Bangsa Karthago merebut Caidiz dan menjadikannya symbol kejayaan Karthago. Kemudian membangun kota Murcia sebagai ibukota Iberia. Pada zaman Karthago inilah persatuan nasional Iberia mulai dirintis.
Bangsa Romawi dan Visigoth
Kekaisaran Romawi adalah sebuah entitas politik yang pernah berkuasa di Italia saat ini dengan Roma sebagai pusat pemerintahannya. Walaupun kota Roma telah berdiri sejak tahun 753 SM, perlu waktu 500 tahun bagi pemerintah Romawi untuk meneguhkan kekuasaannya hingga melewati semenanjung Italia.
Dalam proses memperluas kekuasaannya, Romawi berbenturan dengan Karthago. Akibatnya, keduanya berperang dalam sebuah peperangan yang disebut Perang Punic (264-241 SM). Perang ini berakhir dengan direbutnya kota Karthago oleh Romawi pada tahun 146 SM, yang menandai permulaan dari dominasi pemerintahan Romawi di Eropa, yang terus berkuasa dengan kekuasaan tertinggi selama enam abad berikutnya.
Perang Punisia adalah peperangan yang terjadi antara Romawi dengan Karthago antara tahun 264 hingga 146 SM, dan merupakan perang terbesar di dunia kuno. Kata Punisia sendiri berasar dari kata Punici, yang memiliki arti Bangsa Fenisia dalam bahasa Latin. Perang ini terjadi akibat adanya keinginan bangsa Romawi untuk memperluas daerah kekuasaannya. Niat ini awalnya berlangsung tanpa hambatan yang berarti (hambatan disini berarti perlawanan dari penduduk asli) hingga akhirnya Republik Romawi berhadapan dengan Kartago. Pertempuran berlangsung dengan korban mencapai ratusan ribu prajurit. Sebelum serangan Republik Romawi pada Perang Punisia I, Kekaisaran Karthago adalah penguasa daerah Mediterania dengan maritimnya yang kuat. Hingga akhirnya pada Perang Punisia III, Republik Romawi berhasil menghancurkan Karthago dan menghancurkan ibukotanya, menjadikan Republik Romawi sebagai penguasa terkuat di Mediterania bagian barat.
Pada tahun 264 SM, Karthago adalah kota pelabuhan besar yang terletak di pantai Tunisia modern. Didirikan oleh bangsa Fenisia pada pertengahan abad ke-9 SM, Karthago merupakan negara-kota yang kuat. Di Mediterania Barat, hanya Romawi yang dapat menyaingi kekuasaan, kekayaan dan populasi Karthago. Sementara angkatan laut Karthago merupakan yang terbesar di dunia kuno pada saat itu, Karthago tidak memiliki angkatan bersenjata yang besar dan permanen, namun bergantung pada tentara bayaran, menyewanya untuk peperangan. Namun, kebanyakan perwira yang mengkomandokan tentara adalah penduduk Karthago. Karthago terkenal akan kemampuan mereka sebagai pelaut, dan tidak seperti angkatan bersenjata mereka, banyak Karthago dari kelas bawah bekerja di angkatan laut, yang menyediakan karir dan pendapatan yang cukup.
Pada tahun 264 SM, Republik Romawi telah menguasai semenanjung Italia di sebelah selatan sungai Po. Tidak seperti Karthago, Romawi memiliki angkatan bersenjata besar yang sebagian besar terdiri dari penduduk Romawi. Penduduk kelas bawah atau plebeius biasanya menjadi serdadu di legiun Romawi, sementapenduduk kelas atas atau patricius menjadi perwira. Di sisi lain, pada awal Perang Punisia Pertama, Romawi tidak memiliki angkatan laut, dan menjadi kelemahannya hingga mereka mulai membentuk angkatan laut mereka sendiri selama perang.
Perang Punisia Pertama
Pada Perang Punisia Pertama (264 SM - 241 SM) pertempuran bukan hanya terjadi di daratan (Sisilia dan Afrika), namun juga di laut Mediterania. Beberapa perang laut yang besar juga terjadi. Perang ini berlangsung dengan sengit hingga akhirnya Kekaisaran Romawi menang dan menaklukan Sisilia setelah mengalahkan Karthago dalam Pertempuran Kepulauan Aegates yang mengakhiri perang ini. Akibat kekalahannya, Karthago mengalami guncangan politik maupun militer, sehingga Kekaisaran Romawi akhirnya dengan mudah merebut Sardinia dan Korsika ketika Kartago terjerumus kedalam perang tentara bayaran.
Perang Punisia Kedua
Pada Perang Punisia Kedua (218 SM - 202 SM), pasukan Karthago yang dipimpin oleh Hannibal menyeberangi laut Mediterania, menyusuri semenanjung Iberia, kemudian Galia lalu ke daerah Alpen untuk menyerang Roma dari utara, dan berhasil memenangkan sejumlah pertempuran penting di daratan Italia, seperti Pertempuran Danau Trasimene dan Pertempuran Cannae. Namun ternyata kemenangan ini tidak cukup berarti untuk menjatuhkan Republik Romawi secara keseluruhan. Membalas kekalahannya, Kekaisaran Romawi menyerang Hispania, Sisila dan Yunani. Di saat yang sama, pertempuran juga terjadi di Afrika. Di sanalah, Kekaisaran Kartago berhasil dikalahkan dalam sebuah pertempuran di Zama. Hal ini mengakibatkan berkurangnya wilayah kekuasaan Karthago, sehingga hanya menyisakan kota Karthago saja.
Perang Punisia Ketiga
Pada Perang Punisia Ketiga diwarnai dengan penyerangan Kekaisaran Roma langsung ke jantung Kekaisaran Karthago, Kota Karthago, pada tahun 149 SM - 146 SM. Pada selang waktu antara akhir Perang Punisia Kedua dengan awal Punisia Ketiga, Republik Romawi berusaha memperluas wilayah menuju daerah peradaban Helenistik, yaitu dengan Kerajaan Seleukus, Makedonia, serta wilayah Illyria. Republik Romawi menang dan berhasil menghancurkan Kota Karthago, sekaligus menandai runtuhnya Kekaisaran Karthago.
Pemerintahan Romawi berlangsung hingga sekitar abad ke 4 M yaitu ketika Imperium Romawi mulai surut dan menguatnya pemerintahan suku Goth di Eropa. Selama pemerintahan Romawi, Iberia berubah menjadi provinsi yang sangat megah dengan bangunan-bangunan khas Romawi seperti Ampitheatre dan Aquaduct serta mengadopsi nilai-nilai budaya Latin Romawi.
Visigoth dan Ostrogoth adalah salah 2 cabang suku Goth yang tinggal di Eropa pada akhir kekuasaan Kekaisaran Romawi. Raja Visigoth yang paling terkenal adalah Alaric I, yang berhasil menaklukkan Roma pada 410 Masehi. Setelah kejatuhan Kekaisaran Romawi, Visigoth memegang peran penting di Eropa barat selama dua setengah abad.
Suku Goths bermukim di Dacia sampai 376, ketika salah satu pemimpin mereka, Fritigern, memohon kepada kaisar Romawi Valens agar mereka dapat tinggal di tepi selatan sungai Donau. Di sini mereka berlindung dari suku Hun. Namun daerah ini dilanda kelaparan dan Roma tidak mau memberi makanan. Mereka kemudian memberontak selama 6 tahun, dan dalam Pertempuran Adrianople (378) membantai tentara Romawi dan membunuh kaisar Valens. Kaisar yang baru, Theodosius I, berdamai dengan para pemberontak. Perdamaian ini bertahan sampai Theodosius meninggal pada 395. Tahun itu, raja Visigoth Alaric I naik tahta, sementara Theodosius digantikan oleh anak-anaknya Arcadius di timur dan Honorius di barat. Alaric menyatakan perang dan menaklukkan Roma pada 24 Agustus 410, dan ibukota Romawi dipindahkan ke Ravenna.
Iberia Muslim (Andalusia)
Sebelum kedatangan umat Islam, daerah Iberia merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Pada 711, pasukan Umayyah yang sebagian besar merupakan bangsa Moor dari Afrika Barat Laut, menyerbu Hispania dipimpin jenderal Tariq bin Ziyad, dan dibawah perintah dari Kekhalifahan Umayyah di Damaskus. Pasukan ini mendarat di Gibraltar pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja Roderic dari Visigoth dalam Pertempuran Guadalete (711), kekuasaan Islam terus berkembang hingga pada 719 hanya daerah Galicia, Basque dan Asturias yang tidak tunduk kepada kekuasaan Islam. Setelah itu, pasukan Islam menyeberangi Pirenia untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil dihentikan oleh kaum Frank dalam pertempuran Tours (732). Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol, Portugal dan Perancis selatan sekarang.
Pada awalnya, Al-Andalus dikuasai oleh seorang wali (gubernur) yang ditunjuk oleh Khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an, terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Pada 746, Yusuf Al-Fihri memenangkan perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak terikat kepada pemerintahan di Damaskus.
Pada 750, bani Abbasiyah menjatuhkan pemerintahan Umayyah di Damaskus, dan merebut kekuasaan atas daerah-daerah Arabia. Namun pada 756, pangeran Umayyah di pengasingan Abdurrahman I (Ad-Dakhil) melengserkan Yusuf Al-Fihri, dan menjadi penguasa Kordoba dengan gelar Amir Kordoba. Abdurrahman menolak untuk tunduk kepada kekhalifahan Abbasiyah yang baru terbentuk, karena pasukan Abbasiyah telah membunuh sebagian besar keluarganya. Ia memerintah selama 30 tahun, namun memiliki kekuasaan yang lemah di Al-Andalus dan ia berusaha menekan perlawanan dari pendukung Al-Fihri maupun khalifah Abbasiyah.
Selama satu setengah abad berikutnya, keturunannya menggantikannya sebagai Amir Kordoba, yang memiliki kekuasaan tertulis atas seluruh Al-Andalus bahkan kadang-kadang meliputi Afrika Utara bagian barat. Pada kenyataannya, kekuasaan Amir Kordoba, terutama di daerah yang berbatasan dengan kaum Kristen, sering mengalami naik-turun tergantung kecakapan dari sang Amir yang sedang berkuasa. Amir Abdullah bin Muhammad bahkan hanya memiliki kekuasaan atas Kordoba saja.
Orang-orang Muslim dan non-Muslim sering datang dari luar negeri untuk belajar di berbagai perpustakaan dan universitas terkenal di Al-Andalus. Yang paling terkenal adalah Michael Scot, yang menerjemahkan karya-karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, dan Al-Bitruji dan membawanya ke Italia. Karya-karya ini kemudian memiliki dampak penting dalam berawalnya Renaisans di Eropa.
Naik turunnya kekuasaan Islam
Penguasa Al-Andalus memperlakukan non-Muslim berbeda-beda sepanjang waktu. Salah satu periode toleransi adalah masa kekuasaan Abdurrahman III dan Al-Hakam II dimana Yahudi Al-Andalus mengalami kemakmuran, mencurahkan hidupnya untuk melayani Kekhalifahan Kordoba, mempelajari sains, perdagangan, dan industri, terutama perdagangan sutera dan budak, yang ikut memakmurkan negeri Al-Andalus. Al-Andalus menjadi suaka bagi kaum Yahudi yang teraniaya di negeri-negeri lain.
Orang-orang Kristen di Al-Andalus, dipicu oleh contoh dari umat Kristen lain di sepanjang perbatasan Al-Andalus kadang kala menegaskan klaim-klaim Agama Kristen, dan dengan sengaja mencari kemartiran, bahkan selama masa-masa toleransi. Misalnya, 48 orang Kristen Kordoba melakukan penghinaan terhadap agama Islam, dan akhirnya dipenggal. Mereka sengaja melakukan tersebut agar mati sebagai martir, dan mereka dikenal sebagai Martir Kordoba. Beberapa orang dari generasi berikutnya-pun meneruskan hal ini, dan mereka sepenuhnya tahu apa nasib yang menimpa pendahulu mereka.
Setelah kematian Al-Hakam pada 976 M, situasi mulai memburuk bagi non-Muslim pada umumnya. Hampir 100 tahun berikutnya, pada 30 Desember 1066, peristiwa penganiayaan pertama terjadi dimana kaum Yahudi diusir dan ratusan kelarga dibunuh karena tidak mau meninggalkan Granada, dan kerusuhan setelahnya menewaskan sekitar 3.000 orang. Penganiayaan terhadap Yahudi juga terjadi sesekali pada masa Murabitun dan Muwahidun, tapi sumber yang ada amat sedikit dan tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai hal ini.
Saat terjadi kekerasan terhadap non-Muslim, banyak ilmuwan Yahudi dan bahkan Muslim yang meninggalkan daerah kekuasaan Muslim menuju Toledo, yang lebih memiliki toleransi dan telah dikuasai oleh pasukan Kristen. Sekitar 40,000 Yahudi bergabung dengan pasukan Kristen, dan sisanya bergabung dengan pasukan Murabitun menghadapi raja Alfonso VI dari Kastilia. Penguasa Muwahidun yang mengambil alih kekuasaan Murabitun pada 1147, lebih fundamentalis dari Murabitun, dan memperlakukan non-Muslim dengan keras. Takut akan kematian atau paksaan pindah agama, banyak orang Yahudi yang pindah ke daerah Muslim yang lebih toleran di Selatan dan Timur, atau ke daerah Kristen di Utara.
Reconquesta dan Pembentukan Negara Nasional Spanyol
Reconquesta (bahasa Spanyol dan Portugis untuk "penaklukan kembali"), adalah istilah yang digunakan untuk proses yang dimana kerajaan Kristen menaklukkan kembali Semenanjung Iberia (sekarang Spanyol dan Portugal) dari umat Islam dan negara-negara Moor Al-Andalus. Istilah "penaklukan kembali" digunakan dalam artian daerah-daerah ini dilihat sebagai milik umat Kristen, walaupun kenyataannya pada saat itu orang-orang yang ditaklukkan kebanyakan adalah Muslim dan orang-orang Arab. Di sisi lain sebelum Iberia ditaklukkan kerajaan-kerajaan Islam, semenanjung ini sudah didiami oleh orang-orang yang berbahasa Roman dan mendapat pengaruh Kristen.
Proses reconquesta ini berjalan lebih dari 7 abad, dimulai dari Pertempuran Covadonga (722), dimana kerajaan Asturias berhasil menghentikan penaklukan Bani Umayyah, yang saat itu menguasai hampir seluruh Iberia. Pada 1236 kota terakhir Muslim di Spanyol, Granada ditundukkan oleh Ferdinand III dari Kastilia, dan sejak itu Granada berdamai dengan syarat menjadi negara bawahan Kastilia. Pada 2 Januari 1492, Ferdinand II dan Isabella, pasangan yang digelari Los Reyes Católicos, kembali menyerang Granada, dan hasilnya Sultan Granada Muhammad XII (Boabdil) menyerah secara penuh. Kemenangan ini menghasilkan negara Kristen bersatu di seluruh Spanyol, kecuali Navarra yang masih terpisah hingga 1512. Reconquista di Portugal mencapai puncaknya pada 1249, saat raja Afonso III berhasil menundukkan Algarve.
Inkuisisi Spanyol
Inkuisisi Spanyol adalah institusi pengadilan gereja yang didirikan oleh Monarki Katolik Ferdinand II dan Isabella, yang bertujuan untuk memelihara ortodoksi Katolik di Spanyol, dan mengadili perkara-perkara aliran sesat, pasca Reconquesta. Pada awalnya, Spanyol setelah Reconquista menghasilkan masyarakat beragama yang relatif damai, namun kekerasan anti-Islam dan antisemit selanjutnya terjadi, dan banyak umat Islam dan Yahudi terpaksa pindah agama menjadi Katolik atau melarikan diri.
Inkuisisi Spanyol merupakan institusi yang melayani kerajaan Spanyol, tapi harus mengikuti prosedur yang diperintahkan Tahta Suci. Kebanyakan inkuisitor menerima pendidikan hukum di universitas. Prosedur inkuisisi pengakuan seseorang bahwa ia menganut aliran sesat, dan mengadukan penganut yang lainnya. Pengaduan ini diikuti dengan penahanan, dan tertuduh diberikan dewan pembela, yang merupakan anggota pengadilan itu sendiri, hanya bertugas menasihati tertuduh dan mendesaknya untuk mengakui kebenaran. Dalam inkuisisi, penyiksaan juga sering digunakan, agar tertuduh mengakui kesalahannya. Hukuman dimulai dari denda hingga eksekusi mati, dan para terhukum harus mengikuti upacara auto de fe. Inkusisi akhirnya dihapuskan pada 15 Juli 1854.
Pada 1492 Ferdinand dan Isabella mengeluarkan Dekrit Alhambra yang memerintahkan seluruh Yahudi untuk meninggalkan Spanyol. Umat Islam di Spanyol juga mendapat perintah serupa. Banyak diantara mereka yang pindah ke agama Kristen daripada harus meninggalkan Spanyol, dan mereka ini disebut dengan istilah conversos. Para conversos ini dicurigai tidak pindah agama dengan jujur dan tulus.
Ferdinand II kemudian menekan Paus Sikstus IV agar menyetujui pembentukan sebuah Inkuisisi yang dikendalikan oleh Spanyol. Paus menyetujuinya karena Ferdinand mengancam menarik dukungan militernya kepada Sang Paus, padahal saat itu Kepausan sedang terancam oleh Turki Ottoman. Namun kemudian Sikstus IV menuduh Inkuisisi Spanyol terlalu bersemangat, dan menuduh Ferdinand dan Isabella terlalu rakus dan mengeluarkan sebuah bulla untuk menghentikannya, tapi Ferdinand mendesak Sikstus untuk menarik kembali bulla tersebut. Dalam kedua kejadian tersebut Sikstus dan Ferdinand tetap saling akur satu sama lain.
Orang-orang Islam di Spanyol, Mudejars atau yang sudah pindah ke Katolik, disebut Moriscos, tak luput dari penganiayaan yang dilakukan oleh Inkuisisi Spanyol. Menurut Perjanjian Granada (1491), umat Islam dijanjikan kebebasan beragama, namun perjanjian ini tidak berumur panjang. Pada 1502, umat Muslim diberikan ultimatum untuk masuk Kristen atau meninggalkan Spanyol. Mayoritas mereka pindah agama, namun hanya di luar saja, karena mereka masih berpakaian dan berbicara sebagaimana sebelumnya, beribadah menurut agama Islam secara sembunyi-sembunyi, dan menggunakan tulisan Aljamiado. Hal ini menyebabkan Kardinal Cisneros untuk menerapkan peraturan yang lebih keras dan memaksa, sehingga memicu sebuah pemberontakan. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan (1502), dan pihak Spanyol menggunakan pemberontakan ini sebagai alasan untuk membatalkan Perjanjian Granada. Pada 1508, pakaian bernuansa Islam dilarang. Pada 1526 dan 1527, peraturan yang lebih keras lagi dikeluarkan. Pada 1567, Raja Felipe II mengeluarkan baru uang melarang penggunaan nama berbau Islam, pakaian Islam, serta larangan berbahasa Arab. Bahkan orang-orang Islam diberitahu anak-anak mereka nantinya harus diserahkan untuk dididik para pendeta Kristen. Seluruh 300.000 moriscos akhirnya diusir dari Spanyol pada 1609-1614, oleh Raja Felipe III.
Agama Yahudi dilarang di Spanyol menurut Dekrit Alhambra (1492). Hasilnya orang-orang Yahudi memilih meninggalkan Spanyol atau pindah agama. Kaum Yahudi yang pindah ke agama Kristen disebut Marranos. Mereka adalah orang-orang Yahudi Sefardim yang terpaksa pindah ke agama Katolik Roma, sebagai akibat penganiayaan orang-orang Yahudi oleh Inkuisisi ini. Banyak diantara mereka yang masih menjalankan agama dan tradisi Yahudi mereka secara sembunyi-sembunyi.
Masa Keemasan Spanyol
Selain Inkuisisi, pemerintahan Spanyol dibawah Ferdinand dan Isabella juga merintis penjelajahan samudra. Tercatat pelayaran Colombus yang paling berpengaruh karena secara tidak sengaja menemukan wilayah baru yang sekarang disebut Amerika. Setelah itu dilanjutkanlah penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh para Conquestador seperti Diego Velasquez, Hernando Cortes, dan Fransisco Pizzaro. Masa keemesan Spanyol dicapai pada masa pemerintahan Philips II. Di Spanyol disebut Felipe II de Habsburgo dan di Portugal disebut Felipe I. Philips II adalah putra dari Charles V Kaisar Romawi Suci dengan Isabella dari Portugal yang merupakan putri Raja Manuel I dari Portugal keturunan Infante Fernando, Adipati Viseu dan Maria dari Aragon keturunan Ferdinand Aragon. Philips II lahir pada 21 Mei 1527 di Volladolid. Philip II menikahi Ratu Mary I dari Skotlandia dan menjadi raja Inggris tahun 1554-1558. Menjadi raja Naples dan Sisilia tahun 1554-1598, raja Chili tahun 1554-1556, dan menjadi raja Spanyol menggantikan Charles V tahun 1556 hingga 1598. Philips II mempersatukan Portugal dengan menikahi Ratu Maria tahun 1580 dalam rangka Perang 80 Tahun. Kemudian untuk mendukung kekuasaannya, Philips juga menikahi Elizabeth dari Valois dan Anna dari Austria.
Wilayah kekuasaan Philips II yang sangat luas terutama diwilayah Amerika Tengah dan Selatan membuat Spanyol menjadi negara yang kaya. Kekayaannya itu sebagian besar dipergunakan untuk kepentingan gereja Katolik dan membiayai perang dalam rangka menghadapi gerakan-gerakan reformasi gereja.
Spanyol merupakan negara yang tunduk pada pemasangan yang terpisah, Cortes di Castille bersama dengan Navarre. Suatu kekuasaan tak terbatas membuat Philips mencurigai birokrat raja. Hal yang dicurigaianya membuat ia terdorong untuk dapat mengecek suatu sistem saldo atau timbangan dan cek yang akan mengatur afair status dalam suatu cara yang sangat tidak efisien. Masalah tersebut membuat Philips melakukan tindakan dengan memindahkan modal dari Castilla ke Lisabon. Perubahan tersebut membuat Philips dapat mengikuti gerak dari Volladolid, tetapi Philips Adamantly menentang usaha yang dilakukan Philips II.
Selama rezim Philips berkuasa, banyak hal yang dilalaikan seperti bertani dan beternak biri-biri, kemudian kebijakan yang diterapkannya memaksa Spanyol untuk mengimpor sejumlah gandum dan makanan lain. Ia juga membagi masyarakat kedalam beberapa golongan (struktur kelas yang konservatif untuk kaum atas dan gereja adalah golongan yang dibebaskan dari pajak sementara kaum pedagang dan lainnya dikenakan pajak yang sangat tinggi).
Sama seperti Charles V ayahnya, Philips II juga merupakan tokoh Konsili Trente. Pada masa Philips II, Spanyol terlibat dalam berbagai ekskalasi pertentangan antara Katolik dengan Protestan. Peperangan yang dilakukan Philips terhadap apa yang ia anggap sebagai bid`ah juga melakukan penyiksaan langsung terhadap gerakan Protestan, serta hal-hal yang menyangkut Moriscos. Hal tersebut menyebabkan suatu pemberontakan lokal raksasa (masive) pada tahun 1568.
Berbagai perang dilakukan Philips II dalam rangka mengembalikan dominasi Katolik diantaranya, Perang 80 Tahun 1568-1648 yang merupakan perang kemerdekaan Belanda lepas dari tahta Spanyol dan gereja Katolik kemudian perang samudera dimana Spanyol menginvasi Inggris tahun 1588. Namun usaha-usaha tersebut gagal sehingga mengakibatkan berbagai efek buruk bagi Spanyol sendiri dimana reputasi Spanyol sebagai negara adidaya pada masa itu turun.
Dibalik itu semua, Philips II juga berkuasa atas negeri-negeri taklukan Spanyol seperti Jazirah Amerika Tengah hingga Selatan yang kaya akan hasil bumi sehingga hegemoni Spanyol masih dapat dipertahankan. Philips II meninggal dunia di Madrid pada 13 September 1598. Penggantinya ialah putranya yaitu Philips III. Setelah kematian Philips II, masa kejayaan Spanyol perlahan-lahan memudar bahkan Spanyol terpuruk sebagai negara yang kurang berkembang dan tertinggal dari negara-negara lain di Eropa.
Portugal
Sejarah Portugal tidak jauh berbeda dengan Spanyol, hanya saja Portugal lebih terbuka karena berhadapan langsung dengan Samudra Atlantik, selain itu Portugal memiliki hubungan tradisional dengan Inggris. Hingga masa reconquesta, garis politik dan sejarah Portugal sejajar dengan Spanyol akan tetapi mereka lebih suka disebut sebagai bangsa Lusitania. Portugal dalam menghadapi bangsa Moor bersekutu dengan karajaan-kerajaan Spanyol pedalaman seperti Castilla, Aragon, dan Leon. Setelah bangsa Moor diusir dari Iberia, Portugal memisahkan diri ketika reconquesta berjalan.
Pemerintahan Portugal
Dinasti Borgonha atau Dinasti Afonsine adalah dinasti pertama dari raja-raja Portugal. Dinasti ini dimulai pada 1139 dan berakhir pada 1383. Afonso Henriques (Afonso I) menjadi raja Portugal setelah mengalahkan ibunya dalam Pertempuran Sao Mamede pada 1139. Baru pada 1179 Paus Aleksander III mengakui Portugal sebagai sebuah negara mandiri. Pengakuan ini pada saat itu diperlukan sebagai prasyarat penerimaan kerajaan itu di dunia Kristen. Raja-raja yang menggantikan Afonso I terus melanjutkan proses Reconquista terhadap Jazirah Iberia, yang dikuasai oleh orang-orang Moor. Afonso III menaklukkan Algarve dan mengambil nama Raja Portugal dan Wilayah Algarves. Batas-batas Portugal ditetapkan melalui Perjanjian Alcanizes (1297) ketika Raja Denis, anak Afonso III, memulai proses pembangunan wilayah kerajaannya. Pada 1383 Beatriz, putri dari Portugal dan pewaris takhta itu menikah dengan Juan I dari Castilla. Ketika Fernando I meninggal dunia pada tahun yang sama, kerajaan itu mengalami suatu masa anarki yang disebut Krisis 1383-1385 yang menimbulkan kemungkinan dianeksasi oleh Kerajaan Castilla. Periode ini berakhir pada 1385 dengan kemenangan orang-orang Portugis pada Pertempuran Aljubarrota dan terbentuklah dinasti yang baru dengan Joao I, leluhur dari Avis, dan dengan demikian disebut Dinasti Avis.
Bangsa Portugis dikenal sebagai bangsa pelopor penjelajahan samudera. Portugis menjadi pelopor penjelajahan samudera disebabkan sebagian wilayahnya menghadap ke laut sehingga bidang maritimlah yang diprioritaskan. Tokohnya yaitu Pangeran Henriques el Navegador, putra ketiga Raja Joao I. Tahun 1419, Henriques diangkat sebagai Gubernur Algarve, Portugal Selatan. Di wilayah Sagres, yang dianggap bangsa Eropa sebagai ujung dunia, Henriques mendirikan istana, gereja, observatorium, sekolah untuk mendidik para navigator, serta galangan kapal. Henriques juga membangun pangkalan-pangkalan pada gugusan pulau di lepas pantai Afrika, yaitu Azores, Madeira, dan Kanari.
Sebelumnya, Portugis merupakan daerah persinggahan antara kapal Viking dari utara dengan kapal Mediteran dari laut Tengah. Henriques merancang kapal penjelajah samudera Portugis yang terkenal ialah Karavel dan Karak, kapal tersebut merupakan perpaduan sempurna antara kapal tipe Viking yang memiliki layar persegi empat dan dek lebar yang cocok untuk pelayaran di lautan yang bergelombang besar dengan kapal tipe Mediteran dengan layar persegi tiga dan dek ramping yang cocok untuk pelayaran di lautan yang bergelombang halus. Kapal-kapal Portugis yang kuat dan kokoh dan sangat cocok untuk penjelajahan samudera yang memakan waktu dan menghadapi kondisi alam yang tidak tentu merupakan jenis kapal yang banyak digunakan oleh bangsa Eropa dalam penjelajahannya. Kapal tersebut bertambah keunggulannya karena dilengkapi dengan peralatan navigasi modern dan persenjataan.
Henriques banyak mengirim ekspedisi penjelajahan samudera. Pertama kali yang ia kirim ialah Gil Eanes yang pada tahun 1434 mengitari Tanjung Bojador, pantai barat Afrika. Kemudian Dinis Dias yang mengelilingi Tanjung Verde tahun 1445. Setelah kematian Henriques tahun 1460, penjelajahan samudera bangsa Portugis mundur. Baru pada masa Raja Joao II, ekspedisi Portugis kembali dikirim yang dipimpin oleh Bartholomeus Dias pada 1487. Ekspedisi Dias mencapai Tanjung Harapan. Selain itu, Raja Joao II juga mengirim penyelidik yaitu Pedro da Covilha dan Alfonso de Paiva. Covilha diutus untuk menyelidiki India lewat Arab sementara Paiva diutus untuk menyelidiki kebenaran tentang kerajaan Prester John.
Penjelajahan Portugis lainnya yang sangat berpengaruh yaitu ekspedisi Vasco da Gama yang pada tahun 1497 berlayar melintasi samudera Atlantik, menyusuri pantai timur Afrika dan tiba di Kalkuta tahun 1498. Penjelajahan da Gama inilah yang membuka rute dari Eropa langsung ke Hindia Timur. Penjelajah Portugis yang lain, Pedro Alvares Cabral menemukan Brazil tahun 1500. Tahun 1507, benua baru yang ditemukan Colombus dan Cabral dinamai Amerika sesuai nama seorang pelaut Italia, Amerigo Vespucci yang bekerja untuk raja Portugis. Ditahun 1511, Alfonso d`Albuquerque menaklukan Malaka. Setelah itu dimulailah imperialisme Portugis di berbagai wilayah mulai dari Amerika hingga Asia.
Share This!
Related Post :
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Translate Bahasa
Total Tayangan Laman
Note
Setiap tulisan di posting KISAH memiliki daftar pustaka yang lengkap. Jadi bukan bacaan kosong..
Semua Artikel yang ada di Posting ini untuk di BACA bukan untuk di COPY PASTE
mohon maaf untuk kekurang nyamanan pengunjung.
mungkin kami nanti akan memberikan cara mendapatkan artikel kami.
Terima Kasih
TEAM KISAH
Semua Artikel yang ada di Posting ini untuk di BACA bukan untuk di COPY PASTE
mohon maaf untuk kekurang nyamanan pengunjung.
mungkin kami nanti akan memberikan cara mendapatkan artikel kami.
Terima Kasih
TEAM KISAH
Most Popular
-
Terusan Suez (bahasa Arab, Qana al-Suways) pada dasarnya walaupun pada abad yang sudah mengenal angkutan udara dan ruang angkasa sekalipun,...
-
WILAYAH PERAIRAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA A. TINJAUAN GEOGRAFIS Wilayah Negara Republik Indonesia Indonesia meru...
-
A. MENURUT LUAS WILAYAH OPERASI PELAYARAN Sebagai Negara kepulauan yang sangat besar, Indonesia memiliki bentuk usaha pelayar...
-
A. MASYARAKAT PRA SEJARAH INDONESIA 1. Lingkungan Alam Antara lingkungan alam dan masyarakat tidak bias dipisahkan dan besa...
-
PENDAHULUAN Pada permulaan abad ke-20, kebijakan penjajahan Belanda mengalami perubahan arah yang paling mendasar dalam sejarahnya. Kebija...
0 komentar
Post a Comment
Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..