Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

LIBERALISME HOMO SEKSUAL DI BELANDA


Semenjak kuatnya sekuleralitas di Belanda tahun 1972, belanda lebih banyak menganut faham liberal. Tidak adanya kekuatan hukum gereja yang membuat hidup antar manusia di belanda jadi tekekang. Terbukti dengan banyaknya kaum-kaum yang menyatakan diri mereka adalah orang bebas dan tidak punya aturan dalam kehidupan. Perkembangan ini diikuti oleh maraknya kaum homoseksual di belanda. Situasi yang parah ini menyebabkan pemerintah harus bekerja hati-hati dalam melakukan kebijakan pemerintahan yang bersifat mengekang hukum bagi kaum cinta sejenis tersebut. Akhirnya pemerintah Belanda membuat undang-undang pernikahan sejenis yang membuat banyak kalangan merasa kecewa dengan kebijakan pemerintah tersebut. Pernikahan sesama jenis ini membawa dampak besar terhadap negara-negara lain di Eropa yang rakyatnya menuntut diberlakukannya undang-undang tersebut di negara mereka.

Liberalnya hubungan seksual
Negeri Belanda merupakan negara di kawasan eropa yang memiliki tradisi seksual yang bebas dan rapi. Berbagai bentuk perilaku sosiologi seksual seperti homoseksual, lesbian dan prostitusi telah dikoordinir oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. Sesungguhnya masalah apa yang menyebabkan pemerintah begitu mengkoordinir masalah seksualitas? Mungkin penyebabnya ialah revolusi seksualitas di eropa tahun 1960-an.
Secara umum sejak tahun 1900 hingga tahun 1914 etika yang berlaku pada saat itu ialah Etika Victorian. Etika ini mebedakan antara peran laki-laki dan perempuan dimana perempuan adalah makhluk yang suci jadi harus dihormati dan dijaga. Etika ini lalu mendapat kritikan dari pihak perempuan sendri karena menganggap perempuan hanya menjadi objek dibawah subjek laki-laki. Kritikan terus berlanjut hingga mencapai revolusi seksual dimana wanita ingin disamakan derajatnya dengan laki-laki. Seks sudah dibicarakan secara terbuka dan didiskusikan tanpa memandang batasan halal dan haram. Revolusi seksual diartikan sebagai, bentuk tindakan liberal secara eksplisit. Melalui buku-buku dan media lainnya yang isinya berisi tentang pembebasan kaum perempuan untuk dapat mengkontrol tubuhnya atau politik tubuh,masalah pernikahan sejenis (homoseksual), prostitusi, serta tekhnik-tekhnik baru dalam melakukan seks atau oral seks, masturbasi anal seks dan sebagainya.
Revolusi seksual memunculkan gerakan homoseksual dan lesbian yang menginginkan adanya pengakuan atas identitas atas diri mereka. Gerakan homoseksual dimulai pada tahun 1950-an di amsterdam. Tahun 1970 mulai menyebar hinga inggris, jerman, tahun 1989 setelah runtuhnya uni soviet gerakan ini merebak hingga eropa timur. Gerakan ini akhirnya menyebar keseluruh dunia, yang akhirnya berimbas pada terciptanya identitas kakum gay yang sah. Selain itu kaum gay ditandai dengan pemakaian obat-obatan terlarang diseluruh diskotik tahun 1970 hingga 1980-an. Tempat-tempat khusus kaum gay ghetto sengaja dibuat sebagai tempat terkutuk yang dibenci oleh lingkungan dan keluarga, sehingga tempat tersebut dapat menjadikan kaum gay untuk dapat mengekspresikan keinginannya.

Gerakan Revolusi Seksualitas dan Homoseksual di Belanda
Sebelum tahun 1960-an tiba, negeri Belanda merupakan negara yang Old Fashioned dalam berbagai hal mengenai kehidupan sosial, budaya dan politik karena hampit tidak ada konflik politik yang terjadi. Tahun 1965 merupakan tahun paling bersejarah bagi Belanda karena pada tahun itu terjadi pembahasan besar-besaran mengenai wacana seksualitas. Adanya gerakan yang dipicu oleh kaum utopian dan revolusioner yaitu provo dengan kaum feminis belanda yang sangat terkenal yaitu Dolle Mina. Kedua kelompok itu mlakukan pertentangan diskiminasi terhadap perempuan, homoseksualitas dan lesbian. Selain itu muncul pula gerakan Kabouters yang juga mengadvokasi diizinkannya pemakaian mariuana di depan publik sebatas tidak mengganggu ketertiban umum. Provo, Dolle Mina dan Kabouters melakukan aksinya di kota Amsterdam, sehingga kota amsterdam menjadi kota bersejarah dalam perjuangan hak-hak mereka. Keberhasilan kelompok ini dalam memperjuangkan ansib mereka tidak terlepas oelh peran pemerintah yang sangat toleran dalam mengakomodir kepentingan mereka.

Sejak tahun 1970-an wacana seksualitas sudah merebak dikalangan seluruh rakyat. Karena wacana ini menoleransikan masalah aborsi, penggunaan alat kontrasepsi, pernikahan sebelum menikah, pornografi, prostitusi dan homo seksualitas. Pelegalisasian homo seksualitas dibawa oleh orang perancis melalui The French Napoleonic Code yang dilaksanakan pada tahun 1811 dimana homoseksual dijamin keliberalannya dalam sebuah kebijakan namun belum sampai kejenjang pernikahan. Seiring dengan perkemabangan jaman maka timbullah kaum homoseksual dan lesbian (the dutch gay and lesbian movement) gerakan homoseksual dan lesbian pertama kali yang dilakuakn dibenua eropa yang diikuti hampir seluruh dunia. Namun gerkan ini mendapat kritikan dari gereja katolik, dan NAZI yang pada saat itu menguasai Belanda. Namun setelah perang dunia II gerakan ini mendapat kejayaannya karena lingkungan belanda menerima struktur masyarakat minoritas. Belanda sangat menjunjung tinggi Homo seksual karena masayarakatnya percaya bahwa akan adanya hubungan cinta yang seimbang meskipun mereka sesama jenis. Setelah mengalami perjalanan yang cukup panjang, akhirnya pemerintah melakukan rekrontuksi aktifitas-aktifitas yang menurut mereka pendiskriminasian terhadap kaum homoseksual. Pada tahun 1974 pemerintah menginjinkan kepada kaum homoseksual untuk dapat masuk kedalam ranah militer. Pada tahun 1980 kaum homoseksual diijinkan melakukan parade di kota dengan pengawasan dari kepolisian.

Perlawanan terhadap kaum Homoseksual
Kaum homoseksual mendapatkan tantangan dari kaum anti homoseksual, homoseksual dianggap sebagi kegiatan yang menyimpang pada aturan dan norma yang berlaku. Hal ini menjadi suatu ancaman terhadap bangsa yang menjadikan moralitas suatu bangsa menurun. Terdapat perbedaan yang membuat diskriminasi terhadap kaum homoseksual, kaum ini digolongkan sebagai makhluk yang tidak meiliki norma dalam kehidupan. Komisi Eropa mengecam Belanda karena perundang-undangannya memberikan banyak peluang mendiskriminasi kaum homoseksual. Anggota parlemen Boris van der Ham dari partai sosial liberal D66, mengajukan gagasan untuk mengubah undang-undang mengenai hak perlakuan sama. Undang-undang yang sekarang ini memudahkan lembaga-lembaga religius menolak calon karyawan homoseksual yang melamar di situ. Undang-undang Belanda mengenai hak perlakuan sama tidak sejalan dengan pedoman anti-diskriminasi Uni Eropa. Demikian kesimpulan Komisi Eropa. Kini pemerintah Belanda di Den Haag, diberi waktu dua bulan untuk bereaksi. Apabila Belanda tidak bergeming, maka Komisi Eropa bisa mengadukannya di depan hakim Eropa. namun, besar kemungkinan Komisi tidak akan melangkah sejauh itu. Yang jelas undang-undang Belanda tidak memadai.
Menurut Frank van Dalen, ketua organisasi kaum homoseksual Belanda COC, undang-undang itu disusun sedemikian rupa sehingga lembaga-lembaga berazaskan agama seperti sekolah-sekolah kristen, bisa menolak calon pegawai homoseksual. Menurut undang-undang yang sekarang ini kaum homoseksual tidak bisa ditolak dengan alasan mereka itu homo. Namun, perumusan undang-undang itu memberikan peluang bagi sekolah-sekolah kristen untuk menolak kaum homoseksual berdasarkan gaya hidup mereka yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip religius sekolah tersebut.

Undang-Undang Pembebasan Kaum Homoseksual Untuk Menikah
Pada dasarnya, sejarah toleransi beladna sudah ada semenjak abad 17 dan 18, pada saat belanda mengalami masa-masa keemasannya. Pada abad ke-19 dan 20, toleransi belanda berubah menjadi toleransi yang dikotak-kotakan atau polarisasi. Kebijakan ini dibuat penuh untuk memberi ruang otonomi penuh terhadap alliran-aliran dan kelompok yang ada dengan cara mengakomodir kepentingan-kepentingan mereka dalam kebijakan yang berbeda-beda. Era 1960-an menjadi titik awal jatuhnya pilarisasi, sehingga belanda menjadi negara yang paling sekuler di benua eropa. Polarisasi jatuh karena adanya revolusi kebudayaan dimana pada saat itu kelompok-kelompok minoritas merasa tidak dihormati dan dihargai identitasnya oleh kelompok agama. Kelompok minoritas mendobrak kebijakan gereja yang pada saat itu bisa dikatakan sudah ”sekuler” untuk bisa lebih menghormati kelompok-kelompok minoritas.

Salah satu kelompok pendobrak ialah kelompok minoritas seksual, yaitu keompok homoseksual. Kelompok ini menginginkan adanya perwujudan sejumlah kebijakan yang lebih riil oleh pemerintah belanda, misalnya diberlakukan undang-undang pernikahan sejenis. Sebenarnya isu-isu diberlakukannya undang-undang dikeluarkan oleh pemerintah belanda sejak tahun 1989, akan tetapi masih banyak kelompok yang belum bisa menerima yaitu kelompok agama. Pada permulaan tahun 1990-an, undang-undang ini diasosiasikan oleh kelompok aktivis pembebasan homoseksual dan dinyatakan berhasil oleh pemerintah belanda walaupun pertentangan oleh kelompok agamawan masih terus dilancarkan. Sejak keberhasilan ini, maka pemerintah mengijinkan adanya pasangan tercatat atau registered partnership disetiap kantor-kantor catatan sipil dan belum melegalkan pernikahan sesama jenis.

Pada tahun 1996, majelis rendah belanda mulai merumuskan undang-undang pernikahan sejenis dengan menggunakan prinsip otonomi penuh warga negara, kebebasan dan kesamaan. Akan tetapi perumusan ini tidak terlepas dari debat kontra yang dilakukan oleh segelintir kelompok ataupun partai politik. Parati politik saat itu tidak setuju dengan perumusan undang-undang tersebut adalah partai SGP yang merupakan partai kecil berbasiskan agama yang dipimpin Cees van der Staaij menyatakan bahwa prinsip otonomi dan kesamaan tidak bisa dijadikan alasan perumusan undang-undang tersebut, karena prinsip tersebut hanya bisa dikenakan pada pasangan-pasangan heteroseks atau yang dianggap oleh van der Staaij adalah pasangan normal.
Lebih lanjut ia juga menyatakan bahwa apabila undang-undang tersebut jadi dilaksanakan, ia mempertanyakan kembali tentang status hukum anak yang akan diadopsinya dan mengkritisi bahwa pernikahan sesama jenis adalah pernikahan yang merendahkan norma-norma pernikahan yang sesungguhnya. Debat ini kemudian dibantah oleh seorang kolumnis bernama Cees van der Pluijm dari surat kabar gay yaitu De gay Grant. Van der Pluijm menyatakan bahwa apabila prinsip tersebut dapat dilaksanakan secara adil oleh pasangan-pasangan heteroseksual, seharusnya pasangan-pasangan homoseksual juga dapat menikmatinya. Pernyataan ini kemudian dibarengi dengan pernyataan setuju dari anggota partai VVD yaitu Otto vos yang menyatakan bahwa prinsip dasar dari sebuah pernikahan adalah adanya tulus dan cinta diantara dua insan manusia, baik itu pasangan heteroseksual maupun homoseksual.
Meskipun terdapat pro dan kontra mengenai masalah undang-undang pernikahan sejenis terus berlanjut, pada akhirnya perdana menteri Win Kok yang pada saat itu sedang berkuasa mengijinkan undang-undang tersebut keluat dan melegalkan pernikahan sejenis. Dikeluarkannya undang-undang ini juga mengundang pro dan kontra kalanagan internasional khususnya eropa, karena negara belanda adalah negara pertama yang melegalkan adanya pernikahan sejenis dengan dikeluarkannya Same-sex Marriage Policy sekaligus dengan tunjangan sosial dan tunjangan mengadopsi anak.
Menarik bila menyimak pernyataan perdana menteri Kok bahwa dengan dikeluarkannya undang-undang ini maka belanda yang menjadi ”pimpinan” di Eropa dilihat dari sudut pandang demokratisasi, liberalisasi, otonomi diri, kebebasan dan kesamaan. Kok juga menjelaskan dengan penuh keyakinan bahwa nantinya perlahan-lahan hukum yang digunakan untuk melegalkan pernikahan sejenis juga akan digunakan oleh negara-negara lain dalam menjustifikasi kelompok homoseksualnya. Pernytaaan Kok ini menyiratkan bahwa belanda sebagai negara pelopor kebebasan dan demokrasi secara impilisit, ingin memarketisasi undang-undangnya tersebut agar diikuti oleh negara lain.

Pernyataan lain mengenai marketisasi implisit ini juga dinyatakan Fred Bruinisma yaitu seorang profesor sosiologi hukm dari Universitas Utrech, bahwa setiap negara memiliki nilai-nilai moral dan kebebasannya sendiri yang harus mereka ikuti, akan tetapi apabila nilai-nilai tersebut dikaitkan dnegan masalah kriminalitas maka tidak akan terbentuk suatu toleransi yang sempurna seperti dibelanda. Penyataan ini sangat memiliki makna marketisasi implisit karena Bruinisma menyatakan adanya kesempurnaan toleransi yang dimiliki belanda dan dampak dari pernyataan ini adalah timbulnya gerakan-gerakan pembebasan kelompok homoseksual gelombang modern berikutnya yang menginginkan adanya perwujudan hak-hak mereka.

Pada april 1996, parlemen belanda menyetujui dua resolusi paling penting. Resolusi pertama berhasil dilewati dengan suara bulat 81 melawan 60 suara, dimana resolusi ini menjustifikasi adanya homoseksual dan lesbian sekaligus juga menjustifikasi keobjektifan adanya pernikahan sejenis. Resolusi kedua juga berhasil dilewati oleh parlemen belanda dengan suara yang juga bulat yaitu 83 melawan 58 suara dimana resolusi ini menjustifikasi legalitas hak-hak mengadopsi anak bagi pasangan homoskesual yang sudah menikah. Kemenangan penjustifikasian legalitas bagi pasanagn homoseksual ini dikatakan sebagai kemenangan moralitas oleh kelompok pembela hak-hak homoseksual Belanda. Homoseksual di Belanda tidak ingin melakukan perayaan pernikahan homoseksual dengan setengah-setengah seperti di Denmark. Mereka inginmelakukan perayaan pernikahan dengan perayaan secara utuh karena menurut mereka apabila pasangan heteroseksual dapat melakukan pernikahan secara utuh dan legal maka mereka juga harus mendapatkan hak yang sama.

Pada bulan desember 2000, Majelis rendah Belanda berhasil menjustifikasi satu peraturan yang cukup kontroversial yaitu hak mengadopsi anak. Dengan dijinkannya pasangan homoseksual mengadopsi anak secara legal dalam hukum yang berlaku, maka Belanda merupakan negara pertama yang memberikan kelegalan pada pasangan homoseksual dalam merawat anak. Seorang juru bicara kelompok pembela hak-hak homoseksual yaitu Onno Hoes menyatakan bahwa dengan demikian Belanda adalah negara yang mereduksi makna pernikahan dengan melihat perbedaan gender dan status kewarganegaraan. Dengan adanya pelegalan pernikahan dan pengadopsian anak secara hukum, Parlemen Eropa membuat resolusi untuk merekomendasikan pasangan sejenis untuk mendapatkan hak-hak yang sama seperti pasangan heteroseksual disemua peraturan yang diberlakuakn oleh Uni Eropa.
Pengaruh legalisasi pernikahan di Belanda ini membawa dampak bagi negara tetangganya, salah satunya ialah Belgia. Di Belgia, pada tanggal 1 oktober 2004 melegalkan pernikahan bagi pasangan homoseksual dengan mengijinkan pasangan sejenis yang bukan warga negara Belgia untuk melakukan pernikahan secara legal asalkan salah satu pasangan telah tinggal selama tiga bulan. Dengan adanya peraturan baru ini, pada tanggal 20 November 2004, lebih dari 300 pasangan sesama jenis melakukan pernikahan secara legal di Belgia.
Begitu pula di Spanyol, negara yang dahulu memegang ajaran Khatolik yang kental sudah mengikuti undang-undang yang dibuat oleh Belanda. Pada tahun 2005 undang-undang tersebut sudah disahkan di Spanyol. Tentu saja dengan diberlakukannya undang-undang ini sangat mengundang kontroversi di Spanyol khusunya dari kelompok agama khatolik. Meskipun terdapat berbagai macam kontroversi, pemerintah tidak membuat kebijakan itu begitu saja, Perdana Menteri Spanyol Luiz Zappatero melakukan pemungutan suara dengan wakil-wakil rakyat di Parlemen.

0 komentar

Post a Comment

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..