Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

PERTUMBUHAN EKONOMI NONPERTANIAN PRIBUMI DI JAWA 1820-1880


Perubahan penting dibidang sosio-ekonomi di Jawa dimulai sejak diberlakukannya Sistem Tanam Paksa pada 1830 dan berakhir dengan munculnya depresi ekonomi pada pertengahan 1880an. Dampak ekonomi dalam bentuk kebiasaan konsumen yang berubah dari penduduk desa dicerminkan semakin banyaknya jumlah orang yang terlibat penuh dalam kegiatan ekonomi nonpertanian. Pertanian merupakan pendukung utama ekonomi dimana pun, yang melibatkan 76% lebih orang yang aktif secara ekonomis. Di beberapa daerah dimana orang mempunyai kesempatan kerja lain, pertanian masih menyerap 70% dari semua pekarja yang ada.
Pada dekade-dekade awal abad ke-19, sekitar 6% dari seluruh keluarga terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan nonpertanian. Sebagian besar pekerja nonpertanian tersebut ditemukan dalam sektor manufaktur dan perdagangan. Bengkel-bengkel umum dan swasta yang memproduksi barang-barang konsumen, pabrik-pabrik kecil yang memproses produk-produk pertanian, tempat pembakaran kapur, dan galangan kapal membutuhkan banyak tenaga kerja terampil.
Jumlah tenaga terampil meningkat setelah 1830. Diantara mereka yang menonjol adalah tukang kayu yang peringkatnya melesat karena banyak kereta harus dibuat dan berfungsi untuk memudahkan transportasi barang dari desa ke kota pantai dan pelabuhan. Sejak pertengahan 1850an dan seterusnya, sejumlah tukang kayu bekerja pada layanan-layanan pabrik gula yang teratur. Diluar industri perkebunan, jumlah tukanng kayu meningkat, dan ini mencerminkan kondisi ekonomi yang berubah.
Kelompok terampil lain yang menanjak cepat adalah pekerja konstruksi dimana pada 1830an berbagai proyek bangunan memerlukan banyak tenaga konstruksi. Pandai besi banyak dibutuhkan sejak 1830an seiring pertumbuhan dan peningkatan bengkel perbaikan mesin, peralatan pertanian, suku cadang gerobak dan kebutuhan rumah tangga. Industri tembikar meningkat sejak 1830an, selain itu berkembang pula sektor-sektor yang lain seperti pabrik gula, pembakaran kapur serta manufaktur lainnya.
Perdagangan merupakan pekerjaan sampingan petani, namun disebagian besar daerah di Jawa menjelang tahun 1880, cukup banyak orang melakukan kegiatan komersial sebagai pekerjaan utama. Jumlah pasar dan perdagangan desa yang meningkat merupakan indikator nyata dari kegiatan-kegiatan perdagangan penduduk pribumi yang meningkat pesat. Perluasan industri jasa pada mulanya berjalan lamban, terutama karena cara-cara lama dalam merekrut tenaga kerja yang umum digunakan. Baru pada awal perbaikan sistem kerja paksa, kemajuan pesat timbul dalam mempromosikan tenaga bayaran yang bebas. Menjelang 1880, tenaga kerja bayaran berjumlah separuh dari tenaga kerja dalam sektor jasa di Jawa secara keseluruhan.
Dibawah sistem tanam paksa, permintaan tenaga kerja jauh lebih tinggi dari penawarannya. Pekerjaan dibidang konstruksi di kota-kota memerlukan banyak tenaga kerja. Pemerintah mendorong kerja rodi dalam skala besar dalam mendukung hal tersebut. Reformasi peraturan pada 1854 memaksa pemerintah kolonial untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja paksa. Menurunnya penggunaan tenaga kerja paksa tampaknya telah memungkinkan segmen penduduk desa yang lemah ekonominya untuk mencari pekerjaan sebagai pekerja bayaran. Petani-petani kaya sering menggunakan mereka untuk bekerja dan praktik ini merupakan kelaziman pada tahun 1870an.
Pada awal 1850an pemerintah juga mulai mengurangi keterlibatannya dalam merekrut tenaga kerja untuk pekerjaan-pekerjaan di pabrik-pabrik gula. Para produsen gula enggan menerima perubahan tersebut dan setelah 1860, mulai berusaha keras merekrut tenaga kerja bayaran untuk kerja pabrik. Pabrik-pabrik gula menggunakan segala macam persetujuan dengan pejabat-pejabat pribumi tingkat rendah dan perantara-perantara Cina untuk mendapatkan tenaga kerja sebagaimana ditunjukkan dengan permintaan-permintaan untuk menjalankan industri gula yang bebas. Menjelang 1880, pekerja bayaran banyak tersedia disebagian besar daerah di Jawa.
Diversifikasi ekonomi merupakan komponen penting dari pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita yang meningkat merangsang kegiatan-kegiatan ekonomi nonpertanian. Kesejahrteraan yang meningkat di Jawa ini merupakan akibat dari banyak faktor, diantaranya produksi pangan yang meningkat dan pendapatan uang memainkan peranan utama. Meski pengerahan tenaga kerja banyak dilakukan pada produksi tanaman komersial, produksi padi di Jawa dibawah sistem tanam paksa cukup meningkat. Kemakmuran ekonomi petani tersebut lebih lanjut diperkuat dengan pendapatan mereka dari penanaman tanaman komersial.

0 komentar

Post a Comment

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..