Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

PENGERTIAN SEJARAH DAN FILSAFAT SEJARAH


Sejarah berasal dari bahasa Arab “ syajaratun” yang berarti pohon. Kata ini memberikan
gambaran pendekatan ilmu sejarah yang lebih analogis karena memberikan gambaran pertumbuhan peradaban manusia dengan “pohon” yang tumbuh dari biji yang kecil menjadi pohon yang rindang dan berkesinambungan. Oleh karena itu, untuk dapat menangkap pelajaran atau pesan-pesan sejarah di dalamnya memerlukan kemampuan pesan-pesan yang tersirat sebagai ibarat atau ibroh di dalamnya.6

Menurut Muthahhari, ada tiga cara mendefinisikan sejarah dan ada tiga disiplin kesejarahan yang saling berkaitan, yaitu pertama, sejarah tradisional ( tarikh naqli) adalah pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan keadaan-keadaan masa kini. Kedua, sejarah ilmiah ( tarikh ilmy), yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau yang diperoleh melalui.pendekatan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Ketiga, filsafat sejarah ( tarikh falsafi), yaitu pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang membawa masyarakat dari satu tahap ke tahap lain, ia membahas hukum-hukum yang menguasai perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, ia adalah ilmu tentang menjadi masyarakat, bukan tentang mewujudnya saja.7

Pendapat lain tentang sejarah dikemukakan oleh Hugiono dan Poerwantara bahwa dalam
penulisan sejarah perlu dibedakan terlebih dahulu antara sejarah dalam kerangka ilmiah, dan sejarah dalam kerangka filosofis.8 Sejarah dalam kerangka ilmiah adalah sejarah sebagai ilmu, artinya sejarah sebagai salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta seluruh kejadian-kejadian, dengan maksud untuk menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah program masa depan.

Sejarah dalam kerangka filosofis adalah sejarah dalam pengertian sebagai filsafat sejarah. Filsafat sejarah mengandung dua spesialisasi. Pertama, sejarah yang berusaha untuk memastikan suatu tujuan umum yang mengurus dan menguasai semua kejadian dan seluruh jalannya sejarah. Usaha ini sudah dijalankan berabad-abad lamanya. Kedua, sejarah yang bertujuan untuk menguji serta menghargai metode ilmu sejarah dan kepastian dari kesimpulan-kesimpulannya.

Dalam kajian-kajian modern, filsafat sejarah menjadi suatu tema yang mengandung dua segi yang berbeda dari kajian tentang sejarah. Segi yang pertama berkenaan dengan kajian metodologi penelitian ilmu ini dari tujuan filosofis. Ringkasnya, dalam segi ini terkandung pengujian yang kritis atas metode sejarawan. Pengujian yang kritis ini termasuk dalam bidang kegiatan analitis dari filsafat, yakni kegiatan yang mewarnai pemikiran filosofis pada zaman modern dengan cara khususnya, di mana si pemikir menaruh perhatian untuk menganalisis apa yang bisa disebut dengan sarana-sarana intelektual manusia. Ia mempelajari tabiat pemikiran, hukum-hukum logika, keserasian dan hubungan-hubungan antara pikiran-pikiran manusia dengan kenyataan, tabiat, realitas, dan kelayakan metode yang dipergunakan dalam mengantarkan pada pengetahuan yang benar.

Dari segi yang lain, filsafat sejarah berupaya menemukan komposisi setiap ilmu pengetahuan dan pengalaman umum manusia. Di sini perhatian lebih diarahkan pada kesimpulan dan bukannya pada penelitian tentang metode atau sarana-sarana yang digunakan seperti yang digunakan dalam metode analitis filsafat. Dalam kegiatan konstruktif, filosof sejarah bisa mencari pendapat yang paling komprehensif yang bisa menjelaskan tentang makna hidup dan tujuannya.

So we might begin by saying that history is a temporally ordered sequence of events and processes involving human doings, within which there are interconnections of causality, structure, and action, within which there is the play of accident, contingency, and outside forces.

What does history consist of—individual actions, social structures, periods and regions, civilizations, large causal processes, divine intervention? (2) Does history as a whole have meaning, structure, or direction, beyond the individual events and actions that make it up? (3) What is involved in our knowing, representing, and explaining history? (4) To what extent is human history constitutive of the human present?


A Brief Essay Concerning the Philosophy of History.

How can one define the philosophy of history? Hegel once said that the philosophy of history included little more than thoughtful reflection on the past. Although theorizing about history has been described in more general and ambiguous ways, the philosophy of history has come to represent far more than thoughtful reflections concerning history. In order to understand what is meant by the philosophical study of history, first it is important to reach some consensus as to what is meant by the word Ahistory.@ A distinction must be made between two senses of the term Ahistory.@In one sense, history represents the entirety of events in human experience, or history-as-event. In another sense, Ahistory@ refers to the human practice of collecting (usually through the act of writing) and interpreting these events, or history-as-discipline. Michael Stanford has referred to these two different conceptions (though not in the exact same terms) as Ahistory one@ and Ahistory two@ respectively.

Sampai sejauh mana kita dapat mendefinisikan filsafat sejarah? Hegel pernah berkata bahwa filsafat sejarah termasuk salah satu dari renungan atas masa lalu. Meskipun teori tentang sejarah sudah dapat menjelaskan secara umum dan cara yang berlawanan, filsafat sejarah mencoba untuk menggambarkan pemikiran tentang sejarah itu sendiri. Dalam memahami arti filsafat studi sejarah, pertama kali penting untuk memperoleh beberapa pengertian dari arti kata sejarah. Ada perbedaan yang harus dibuat tentang istilah sejarah. Pikiran pertama, sejarah mengacu pada kumpulan pengamanan manusia atau sejarah sebagai kejadian. Pikiran lain, sejarah mengacu pada koleksi pengalaman manusia (biasanya apa yang dituliskan) dan kejadian yang diinterpretasikan atau sejarah sebagai disiplin ilmu.

History (in both senses) has been of interest to a number of notable philosophers and historians, and many of their works are included in the bibliography. Because there are two ways of conceptualizing history, there are two ways of conceptualizing the philosophy of history. The philosophy of history-as-event has tended to center around questions of a metaphysical nature, such as: is there a Aplot@ to history?, are there any definable Apatterns@ or Ashapes@, any ultimate ends or Agoals@ toward which events as a whole are developing? Some have seen the totality of history-as-event as a linear sequence of progress; others have attibuted to it patterns of recurrent cycles. Still others have denied that there is any overriding organization or logical order to be found in the morass of historical events and have emphasized the importance of contingency and chance in the playing out of events. Although metaphysical speculation about the shape or Ameaning@ of history has fallen into disrepute, one cannot dismiss the lasting effect some speculative theories have had on the actual practice of historians and philosophers alike. The distinction between two types of philosophy of history is by no means new. What Maurice Mandelbaum called the distinction between Amaterial@ and Aformal@ philosophies of history, W. H. Walsh called Aspeculative@ and Acritical@ philosophies of history.

Sejarah (dua jenis pikiran tentang sejarahI sangat menarik sejumlah filosof dan sejarawan, dan para peminat termasuk pekerja perpusatakaan. Dikarenakan terdapat dua cara konsepsi tentang sejarah, terdapat dua cara konseptualisasi filsafat sejarah. Filsafat sejarah sebagai kejadian memusatkan seputar pertanyaan metafisika alam. seperti adakah alur sejarah? adakan sejenis pola atau bentuk, adakah akhir dari setiap kejadian sebagai bagian dari perkembangan. BEberapa harus melihat totalitas sejarah sebagai kejadian adalah urutan linear menuju kemajuan, yang lain mengatakan bahwa sejarah berpola dari pola siklus. Sementara lain masih menentukan apakah terdapat organisasi atau ketaraturan logika yang ditemukan dalam kejadian sejarah dan dapat memperhitungkan kejadian penting dan kesempatan di luar kejadian. Sementara metafisika berspekulasi tentang bentuk atau arti dari sejarah, satu tidak dapat menentukan pengaruh dari spekulatif teori ke dalam praktek aktual sejarawan dan juga filsuf. Perbedaan antara dua jenis filsafat sejarah bukanlah barang baru. Mauricie Mandelbaum menyebutlkan perbedaan antara filsafat sejarah material dan filsafat sejarah formal. W.H. Wals menyebutnya filsafat sejarah spekulatif dan filsafat sejarah kritis.

The greater portion of philosophical reflection about history today focuses on the philosophy of history-as-discipline. While philosophy of history-as-event focuses on history as the totality of human experience, philosophy of history-as-discipline deals with philosophical questions pertaining to the human activity of recording and interpreting history-as-event. It eschews what are seen as the metaphysical issues of the past and deals more with epistemological and methodological concerns about the activities of historical research and the writing of history. Philosophy of history-as-discipline has also addressed concerns about the justification and limitations of historical objectivity, the truth of historical claims, and the nature of historical explanations. Are there any Aproper@ (formal/logical) methods that can be prescribed to the practice of history? What would such Aproper@ historical method look like? Can this question be answered in isolation of questions regarding the practical (i.e. political, ideological) purposes to which historical writing is applied? A good part of the twentieth century was devoted to a debate sparked by the philosopher of science Carl Hempel=s claim that historical explanations -- to be legitimate scientific ones -- must conform to the Acovering-law@ model developed from the physical sciences. In contrast with Hempel's thesis, some, such as R. G. Collingwood and William Dray, have insisted that the historian is more concerned with understanding the motives of historical agents than with predicting (or retrodicting) events.

Porsi terbesar dari refleksi sejarah tentang sejarah hari ini terfokus pada filsafat sejarah, sejarah sebagai disiplin ilmu. Sementara filsafat sejarah, sejarah sebagai kejadian sepakat dengan pertanyaan filsafat yang berkaitanan dengan rekamanan aktivitas manusia dan menginterpretasikan sejarah sebagai kejadian. Filsafat sejarah demikian berusaha menghindar dari persoalan metafisika masa lalu dan sebagian setuju dengan epistemologi dan metodologi tentang akticitas dari penelitian sejarah dan penulisan sejarah. Filsafat sejarah, sejarah sebagai disiplin, juga tertuju pada justifikasi dan pembatasan dari objek sejarah, kebenaran dari klaim sejarah dan jenis-jenis penjelasan sejarah. Adakah metode (formal/logikal)_ yang dapat menjelaskan pengalaman sejarah)? Metode sejarah apakah yang cocok? Dapatkah pertanyaan ini dijawab dalam isolasi pertanyaan yang melibatkan pengalaman (seperti politik, ideologi) yang ditujukan pada aplikasi penulisan sejarah? Bagian dari abad ke-20 mencatat perdebatan yang melibatkan Filsafat Alam Carl Hempel yang mengklaim bahwa eksplanasi sejarah menjadi satu legitimasi ilmiah, harus berbentuk pada model perkembangan dari ilmu alam. Bertentangan dengan Tesis Hempel. Diantaranya R.G. Colingwood dan William Dray menyarankan bahwa sejarah lebih berkonsentrasi pada Memahami motivasi agen sejarah lalu memprediksi kejadian.

Many who have concerned themselves with questions about the nature of historical knowledge and interpretation of the past have spent a good deal of time studying the history of various historical concepts and ideas; and in doing so some have concluded that there are no absolute ideals of historical method or truth which can be isolated from their own peculiar historical and social contexts. This is the problem of historicism, to which a section of the bibliography has been devoted.

Kebanyakan orang berkonsentrasi sendiri dengan pertanyaan tentang sifat dari pengetahuan sejarah dan interpretasi masa lalu dapat memberikan kesepaatan tentang waktu belajar sejarah dari bermacam konsep dan ide sejarah, dan dalam prakteknya dapat memberikan kesimpulan bahwa tidak ideal mutak dari metode sejarah atau kebenaran yang dapat dipisahkan dari sejarah milik kita sendiri dan kontek sosial. Hal itu adalah masalah dari Historism, menjadi bahan kajian yang banyak diperdebatkan.

1 komentar:

  1. lagi-lagi team kisah tidak mencantumkan siapa penulis artikel ini...saran saya setiap artikel dicantumkan penulis artikelnya dan setiap kutipan ada baiknya diberikan footnote...maju terus KISAH

    ReplyDelete

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..