Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

GAMBARAN UMUM AFRIKA


Afrika benua terbesar (30.250.000 km2) sesudah Asia, telah menjadi arena transformasi politik yang mempunyai akibat-akibat yang mendalam pada abad ke-20, tidak hanya untuk Afrika itu sendiri tetapi juga untuk seluruh dunia. Afrika telah bangkit dari status jajahan menjadi komunitas negara-negara merdeka dan tampil kemuka sebagai kekuatan baru dalam percaturan politik dunia. Sesudah Perang Dunia II, nasionalisme melanda Afrika dan sebagai hasilnya lahirlah banyak negara merdeka dan terjadilah suatu perkembangan ekonomi serta perubahan-perubahan sosial.
Keadaan Tanah, Iklim dan Penduduk
Sebelum dimulai uraian tentang Imperialisme modern serta aneksasi Afrika oleh Barat, akan dijelaskan secara ringkas terlebih dahulu mengenai pembagian Afrika berdasarkan, jenis bangsa, keadaan tanah dan iklimnya. Berdasarkan kriteria ini, benua Afrika dapat dibagi menjadi 5 bagian.
(1) Daerah-daerah yang terletak di pantai utara, dengan iklim sedang, lebih menyerupai keadaan Eropa Selatan daripada Afrika Tengah. Daerah ini tidak termasuk yang disebut “Benua Gelap”, karena sejak zaman kuno ke-adaannya telah dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Penduduknya terdiri atas orang-orang Arab dan Berber atau campuran dari dua bangsa tersebut. Iklimnya yang sedang serta keadaan tanahnya yang subur sangat menarik perhatian bangsa-bangsa Barat.
(2) Daerah-daerah yang terletak di sebelah selatan daerah tersebut di atas, yang berupa padang pasir yang amat luas, misalnya: gurun pasir Sahara, Libya dan Nubia. Penduduknya merupakan campuran antara Arab/ Berber dan orang-orang Negro Sudan.
(3) Daerah-daerah di sebelah selatan daerah gurun pasir, terbentang luas dari Cape Verde hingga Sudan. Daerah ini penuh dengan padang rumput, hutan-hutan dan sungai-sungai. Penduduknya padat, terdiri atas orang-orang Negro.
(4) Daerah Afrika Tengah, wilayah khatulistiwa, dimana banyak sekali turun hujan lebat, berimba raya dan berhawa tropis yang amat panas. Penduduknya juga terdiri atas suku-suku Negro. Iklim di daerah ini tidak cocok bagi orang-orang kulit putih. Oleh sebab itu daerah yang didiami kolonis-kolonis Barat sangat sedikit, biasanya di dataran tinggi saja.
(5) Bagian yang paling selatan, terletak pada zona sedang. Bagian ini memiliki tanah pegunungan, tanah-tanah datar dan padang rumput. Penduduknya Negro, terdiri atas berbagai suku, antara lain: Negro Bantu, Kaffer, Zulu dsbnya. Di samping itu terdapat pula orang-orang Hottentot dan Bushmen. Kemudian ditambah lagi dengan bangsa pendatang yang terdiri atas bangsa kulit putih, sesudah mereka berkolonisasi di daerah tsb.

Dari 5 bagian tersebut di atas, bagian selatan dan utara adalah yang paling berharga bagi kepentingan perdagangan dan penanaman modal serta kolonisasi bangsa kulit putih. Oleh sebab itu tidak mengherankan, apabila banyak negara imperialis Barat berebutan daerah-daerah tsb. Sebaliknya, daerah Afrika Tengah merupakan bagian yang hingga pertengahan abad ke-19 tetap merupakan “Benua Gelap” bagi bangsa Barat. Pengetahuan tentang peta Afrika pada waktu itu terbatas pada Afrika Utara ke selatan hingga Timbuktu serta Ethiopia dan dari selatan dimulai dari Cape Colony ke utara hingga sungai Zambesi. Dengan demikian maka daerah yang sangat luas terbentang antara Timbuktu dan sungai Zambesi masih merupakan terra incognita bagi bangsa kulit putih.

Keanekaragaman

Berdasarkan ras penduduk Afrika dapat dibedakan dalam berbagai kelompok. Yang paling terbesar adalah orang-orang Negro, yang mendiami Afrika di sebelah selatan Sahara. Sebagi ciri mereka dapat disebutkan warna kulit sawo matang sampai hitam, rambut hitam, hidung lebar pesek, bibir lebar dan tebal. Tingginya berbeda-beda, tetapi umumnya di atas 1,5 m. Suatu variasi ialah orang-orang Nilotik yang umumnya lebih tinggi dan lebih langsing. Di antara mereka terdapat pula orang-orang Pigmy yang lebih pendek dari orang-orang Bushmanoid atau Bushman-Hottentot. Kelompok kedua ialah kelompok Kaukasoid, yang bertempat tinggal di Afrika Utara dari Maroko sampai Somalia. Orang-orang Fulani di Afrika Barat dan Somalia merupakan campuran Negroid dan Kaukasoid. Di Afrika bagian selatan menetap sejumlah orang-orang kulit pulih yang berasal dari Eropa. Di Afrika Selatan, Rhodesia, Mozambique dan Angola, mereka merupakan minoritas yang berkuasa. Di negeri-negeri itu terdapat rejim minoritas kulit putih. Akhirnya juga dapat disebutkan kelompok Mongoloid, yang mendiami pulau Madagaskar dan berasal dari Indonesia.
Di Afrika terdapat suatu situasi linguistik yang sangat kompleks. Paling sedikit terdapat 1000 bahasa yang demikian berbeda satu sama lain, sehingga kelompok yang satu tidak dapat mengerti kelompok yang lain. Beberapa di antaranya hanya dipakai oleh beberapa ratus orang, beberapa lainnya oleh berjuta-juta orang, tetapi kebanyakan oleh kurang dari 100.000 orang.
Pembagian Politik
Berdasarkan status politik Afrika dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu Afrika merdeka, Afrika jajahan, dan Afrika di bawah ke-kuasaan minoritas kulit putih.
Berkat gerakan-gerakan nasional terutama setelah Perang Dunia II melanda Afrika, sebagian besar negeri-negeri Afrika yang dijajah negeri-negeri Eropa berhasil mendapatkan kemerdekaan dan lahir sebagai negara-negara yang berdaulat. Dari 43 negara Afrika sekarang ini hanya beberapa yang telah berdiri sebelum Perang Dunia I, yaitu Ethiopia, Liberia (1847), Afrika Selatan (1910) dan Mesir (1922). Yang lain lahir sesudah perang itu, yang satu lahir segera sesudah yang mendahuluinya. Tahun I960 bahkan telah lahir 17 negara. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa negara-negara Afrika adalah negara-negara muda. Di antara mereka terdapat ke-anekaragaman yang besar. Ada yang besar seperti Nigeria dengan 64,5 juta penduduk, ada yang kecil seperti Guinea Ekwatorial dengan 280.000 orang. Ada yang sangat luas wilayahnya seperti Sudan dengan area seluas 2.505.813 km2, ada yang kecil seperti Mauritius dengan luas 1.864 km2. Ada yang padat penduduknya, ada yang hampir-hampir kosong. Ada yang makmur ada yang miskin, ada yang telah maju seperti Afrika Selatan ada yang terbelakang.
Umumnya dapat dikatakan, bahwa kebanyakan negara Afri¬ka adalah negara kecil, dengan penduduk kurang dari 10 juta orang. Kebanyakan ter-masuk negara yang sedang berkembang, bahkan beberapa di antaranya, di-pandang dari segi ekonomi, masih sangat kurang berkembang (under-developed). Biarpun demikian negara-negara itu memainkan peranan yang cukup penting dalam percaturan politik dunia. Di PBB misalnya negara yang paling kecilpun mempunyai satu suara.
Di samping Afrika merdeka terdapat negeri-negeri yang belum ber-hasil mendapatkan kemerdekaan. Beberapa negara kolonial Eropa masih menguasai berbagai negeri. Inggris dan Perancis secara berangsur-angsur memberikan kemerdekaan kepada koloni-koloni mereka sedang Portugal sekuat tenaga berusaha mempertahankannya. Sebagai negara miskin, Portugal merasa memerlukan koloni-koloni itu untuk mengembangkan negeri metropolitan dan meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Sehubungan dengan itu Portugal bertindak secara licin. Untuk mempertahankannya, negeri-negeri jajahan itu diberinya status propinsi Portugal, propinsi se-berang laut. Dengan demikian bukan lagi koloni, tetapi merupakan bagian integral negara Portugal. Namun dalam kenyataan negeri-negeri itu tetaplah koloni. Yang berkuasa adalah pemerintah Portugis. Penduduk sama sekali tidak diikutsertakan dalam pemerintahan, dengan perkataan lain mereka tetap dijajah. Sebagai reaksi maka timbullah gerakan-gerakan pembebasan nasionalis, yang mendapat dukungan dari Organisasi Persatuan Afrika.

Akhirnya terdapat beberapa negara Afrika, di mana mayoritas penduduk dikuasai oleh minoritas kulit putih, yaitu Afrika Selatan dan Rhodesia. Khususnya Afrika Selatan menjalankan suatu politik rasialis. Mayoritas hitam hampir sama sekali tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan-keputusan politik dan tidak diberi hak-hak ekonomi dan sosial yang dinikmati penduduk kulit putih. Politik ini biasa disebut politik apartheid. Dalam teori apartheid berusaha memelihara dan menjamin identitas rasial golongan kulit putih, sambil memelihara identitas suku-suku Afrika sebagai kelompok-kelompok kultural yang terpisah-pisah. Jika di-laksanakan secara konsekwen, apartheid berarti wilayah terpisah, tidak hanya bagi golongan kulit putih, tetapi juga untuk kelompok etnis Afrika masing-masing. Wilayah-wilayah itu akan menjadi wilayah otonom, di mana lembaga-lembaga pemerintahan pribumi akan dikembangkan.
Tetapi dalam praktek politik apartheid dilaksanakan dengan undang-undang yang memisahkan golongan-golongan berdasarkan ras dalam segala aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Tempat kediaman harus terpisah. Demikian pula pendidikan, perkawinan, pemilikan tanah, organisasi perusahaan dan lain sebagainya. Apartheid berarti suatu diskriminasi rasial dan ketidak-adilan terhadap mayoritas penduduk. Oleh sebab itu negara-negara Afrika lainnya menentangnya mati-matian dan mendukung gerakan pembebasan. Mereka menuntut agar Afrika Selatan merubah politiknya. Tetapi usaha mereka belum banyak berhasil.

1.Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup rakyat me-rupakan isu sentral di negara-negara Afrika. Untuk sementara waktu se-sudah kemerdekaan, perhatian pemimpin-pemimpin pertama-tama diarahkan kepada bidang politik, baik politik dalam maupun luar negeri untuk men-ciptakan suatu image yang baik di dunia internasional. Oleh sebab itu mereka mula-mula kurang memperhatikan pembangunan ekonomi, sehingga gagal memenuhi janji-janji yang diucapkannya pada proklamasi kemerdeka-an untuk memperbaiki taraf hidup rakyat. Ekonomi kolonial umumnya di-maksud untuk menghasilkan bahan mentah bagi industri dan kehidupan Eropa dan untuk mengkonsumsi barang-barang jadi yang dihasilkan industri Eropa itu. Salah satu sasaran pertama pemerintah-pemerintah Afrika ialah membela kemerdekaan mereka terhadap kekuasaan politik dan ekonomi Eropa. Sehubungan dengan itu mereka hams menciptakan fasilitas-fasilitas untuk pembuatan barang-barang yang sebelumnya didatangkan dan Eropa dan Amerika.
Dalam usaha mencapai kemajuan ekonomi itu, pemerintah kerap kali menjumpai kesukaran-kesukaran yang sangat berat dan sulit diatasi, paling tidak dalam waktu yang singkat. Sebagai keseluruhan benua Afrika memiliki sumber-sumber kekayaan alam luar biasa, terutama dalam potensi tenaga listrik, yang belum digali dan dimanfaatkan. Afrika kaya dengan mineral dan sumber tenaga, tetapi usaha untuk memanfaatkannya baru pada taraf per-mulaan. Afrika memiliki sekitar 40% sumber tenaga dunia, tetapi proyek-proyek hydroelektrik yang besar baru dimulai dalam tahun 1950-an. Be-berapa di antaranya mulai melakukan operasi pada pertengahan tahun 1960-an, yang lain-lain sedang dalam taraf perencanaan atau pelaksanaan. Deposit minyak diketemukan di Aljazair, Libya dan Nigeria dalam jumlah yang besar, dan di Gabon, Maroko dan Mesir dalam jumlah yang lebih kecil. Bahan-bahan nuklir diketemukan di Afrika Selatan, Zaire, Zambia, Nigeria dan Gabon.
Dalam usaha pembangunan ekonomi, pemerintah negara-negara Afrika menjumpai banyak masalah. Pertama-tama sumber-sumber mineral tersebut tidak didapatkan di setiap negara, hanya terbatas pada beberapa negara saja. Penyebaran yang tidak merata itu menimbulkan masalah yang besar bagi pembangunan ekonomi. Di beberapa daerah, misalnya di Kongo, berlimpah berbagai sumber mineral, sedangkan di negeri-negeri lain tidak terdapat mineral sama sekali. Tiadanya sumber mineral itu memaksa rakyat untuk memperbaiki pertanian sebagai satu-satunya jalan guna meningkat-kan kemakmuran rakyat. Umumnya pertanian masih merupakan sumber utama penghasilan dan seka¬ligus urat nadi ekonomi yang sebagian besar masih terbatas pada ekonomi subsistensi, ekonomi batas minimal peng-hidupan. Maka tanah merupakan sumber alam utama, tetapi dibandingkan dengan negara-negara di luar Afrika, tanah Afrika tidak lebih subur kecuali delta Nil. Untuk mengembangkan pertanian harus ditemukan dan digunakan cara-cara memelihara dan memperkaya tanah Afrika.

2.PERKEMBANGAN POLITIK
Transformasi politik Afrika sesudah Perang Dunia II telah melahirkan 39 negara merdeka. Semuanya itu merupakan hasil gerakan-gerakan nasionalis. Negara-negara itu juga mempunyai warisan kolonial berupa lembaga-lembaga politik dan bentuk-bentuk pemerintahan, yang tak lain ialah kopi atau modifikasi lembaga-lembaga politik dan bentuk-bentuk pemerintahan di negara-negara induk, khususnya di Inggris dan Perancis. Mereka melepaskan din dari negara-negara kolonial itu, tetapi juga mengambil-alih berbagai unsur kebudayaannya. Bahkan seperti kita lihat di atas, kebanyakan menetapkan bahasa Inggris dan Perancis sebagai bahasa resmi.
Kebanyakan negara memilih bentuk pemerintahan republik dengan kabinet presidensiil, di mana presiden mempunyai kedudukan serta ke-kuasaan yang besar, badan legislatif terdiri atas satu atau dua kamar, yang umumnya terbatas kekuasaannya. Biarpun mempunyai konstitusi berdasar-kan model-model Eropa, kerap kali ketetapan-ketetapan konstitusionil di-abaikan oleh pre¬siden atau partai yang berkuasa.
Kebanyakan negara mempertahankan hubungan erat dengan bekas negara induk tetapi atas dasar kedaulatan penuh. Banyak negara bekas koloni Inggris menjadi anggota British Commonwealth, tetapi sebagai republik dan oleh sebab itu tidak mengaku Ratu Inggris sebagai kepala negara. Kecuali Guinea, semua negara bekas koloni Perancis menjadi warga Persemakmuran Perancis biarpun sejak sekitar 1965 hubungan-hubungan itu kurang berarti. Lagi pula hampir semuanya mempertahankan Blok Sterling atau Blok Franc untuk mendapatkan pertukaran internasional bagi mata uang mereka.
Negara-negara baru itu menjadi anggota komunitas internasional se-penuhnya dengan masuk PBB dan badan-badan filialnya. Selain itu juga menjadi anggota berbagai organisasi antar Afrika, terutama Organisasi Per-satuan Afrika, African Development Bank, Economic Commission of Africa dan sebagainya.

Peranan Militer
Situasi politik Afrika mengalami perubahan radikal sebagai akibat suatu deretan kup militer. Sejak tahun 1960 terjadilah sejumlah kup yang dilancarkan oleh Angkatan Bersenjata. Enam belas di antaranya berhasil, yaitu di Mesir, Dahomey, Kongo Brazaville, Togo, Kongo Kinshaza, Nigeria, Upper Volta, Afrika Tengah, Sierra Leone, Aljazair, Ghana, Mali, Sudan, Libya, Somali dan Uganda.
Setelah berhasil merebut kekuasaan dari pemerintah sipil, para militer, mengeluarkan pemimpin-pemimpin politik dari pemerintah dan membubar-kan partai-partai politik tunggal yang merupakan dukungan para politisi tsb. Di berbagai negara lainnya ancaman kup militer dicegah oleh pemimpin-pemimpin politik dengan tindakan cepat. Di negara-negara lain percobaan menggulingkan pemerintahan tidak berhasil mencapai sasarannya.
Kup-kup militer itu merupakan reaksi terhadap sejumlah faktor intern dan ekstern yang berbeda dari negara ke negara, sehingga generalisasi tidak mungkin. Untuk memahami kup masing-masing, hendaknya diselidiki susunan politik dan ekonomi di negara ybs. Tetapi dalam garis besarnya dapat dikatakan bahwa kup-kup itu adalah akibat frustasi rakyat karena rejim-rejim gagal memenuhi janji-janji kehidupan yang lebih baik sesudah kemerdekaan.
Karena frustasi politik dan ekonomi rakyat memberikan dukungan kepada Angkatan Bersenjata untuk mengambil alih kekuasaan. Kalangan rakyat yang luas merasa kecewa dengan politisi yang berkuasa sejak kemerdekaan. Partai politik mengambil tindakan-tindakan yang keras untuk mencegah lahirnya oposisi yang terorganisasi dan rakyat tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan-keputusan. Karena tidak ada organisasi legal untuk menyatakan kecaman dan protes rakyat terhadap politik partai yang berkuasa, satu-satunya jalan untuk mengganti pimpinan yang tidak mampu ialah kup militer. Kerap kali kup-kup militer itu merupakan ungkapan perubahan-perubahan yang akan terjadi seandainya rakyat dapat menyatakan kekecewaannya dalam suatu pemilihan umum. Dalam sistem partai tunggal, Angkatan Bersenjata adalah satu-satunya kekuatan yang terorganisasi, terlatih dan berdisiplin, yang mampu menggeser pimpinan partai dari pemerintahan negara.

Sengketa Afrika Pribumi vs Afrika Kulit Putih
Transformasi politik yang melahirkan sekian banyak negara merdeka dalam waktu singkat, belum mencapai sepertiga Afrika bagian Selatan, yang mempunyai minoritas kulit putih. Wilayah itu meliputi koloni-koloni Portugis. Mozambique, Angola dan Guinea Portugis, Rhodesia, Afrika Selatan dan Mandat Afrika Barat Daya di bawah pemerintahan Afrika Selatan. Di wilayah itu yang berkuasa adalah minoritas kulit putih, sedangkan mayoritas hitam hampir sama sekali tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan-keputusan politik dan juga tidak mempunyai hak-hak ekonomis dan sosial yang dinikmati penduduk kulit putih. Pen¬duduk pribumi yang merupakan mayoritas ditempatkan di bawah pemerintahan kulit putih. Dengan demikian di wilayah itu masih bercokol sisa-sisa kolonialisme yang sudah usang. Di Afrika Selatan pemerintahan kolonial itu juga bersifat rasialis.
Di Republik Afrika Selatan Partai Nasional yang berkuasa menganut apa yang disebut politik apartheid, politik pemisahan kelompok-kelompok penduduk berdasarkan warna kulit. Dalam teori politik apartheid berusaha memelihara identitas rasial golongan kulit putih. Jika dilaksanakan secara konsekwen, hal itu menuntut wilayah terpisah bagi golongan warna kulit masing-masing. Dalam praktek politik apartheid dilaksanakan dengan undang-undang yang memisahkan golongan-golongan rasial dalam segala aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Segala sesuatu harus terpisah, pe-rumahan, pendidikan, rekreasi, pengangkutan, perkawinan dsbnya.
Bagi Portugal wilayah yang dikuasainya di Afrika merupa¬kan bagian integral negara. Sejak 1951 wilayah-wilayah itu bahkan diberi status propinsi, yang dalam tahun 1971 diberi otonomi yang luas. Sejak 1961 seluruh penduduk pribumi diberi kewarga-negaraan Portugis. Tetapi se-benarnya wilayah-wilayah itu tetap negeri jajahan. Yang berkuasa adalah orang-orang Portugis yang merupakan minoritas kecil (Tabel 4). Oleh sebab itu rakyat Negro tetap tidak puas dan menuntut kemerdekaan. Mereka mulai dengan perjuangan pembebasan naslonal. Pemerintah Portugis menentang-nya, melarang segala kegiatan politik yang menentang politiknya dan mendatangkan sebagian besar Angkatan Bersenjata. Pemimpin-pemimpin nasionalis terpaksa mengungsi ke negara-negara tetangga dan dari situ melancarkan perjuangan pembebasan negeri mereka.
Gerakan Persatuan Afrika
Persatuan Afrika adalah tema kedua sesudah kemerdekaan, paling tidak bagi pemimpin-pemimpin Afrika, yang umumnya memperoleh pendidikan tinggi dan termasuk golongan intelektual. Persatuan itu merupa-kan sendi politik luar negeri negara-negara Afrika dan tujuan utama perjuangan pemimpin-pemimpin seperti Kwame Nkrumah, bekas Presiden Ghana, Julius Neyere dari Tanzania, dll.
Pemimpin-pemimpin Afrika mencapai sepakat kata tentang perlunya persatuan, tetapi pandangan-pandangan mereka berbeda mengenai tingkat persatuan itu. Sementara menghendaki persatuan politik penuh, di mana kedaulatan national akan diserahkan kepada Afrika Serikat menurut pola Amerika Serikat. Demikian pendapat Aljazair, Ghana, Guinea, Mali, Maroko dan Mesir, yang untuk pertama kalinya bertemu di Cassablanca pada bulan Januari 1961 dan oleh sebab itu terkenal sebagai Cassa¬blanca Group. Sekelompok negara lainnya menginginkan suatu bentuk konfederasi politik, di mana setiap negara akan tetap memiliki kedaulatannya, yang akan dicapai secara pragmatis dan bertahap. Negara-negara ini terkenal sebagai Monrovia Group. Di antara kedua pendapat itu diajukan berbagai kompromi berupa uni regional yang besar atau kecil.
Dalam usaha mewujudkan persatuan itu telah dibentuk berbagai organisasi negara-negara Afrika: Council of the Entente (1959), Union Africaine et Malgache (1960) yang juga disebut Brazaville Group (1961-1963), Inter African and Malagasy States Organization (1962), East African Community (1962), Organization of African Unity (1963), Organisation Commune Africaine et Malgache (1965) yang mengganti-kan Union Africaine et Malgache tersebut dan beberapa organisasi lainnya yang lebih bergerak di bidang ekonomi. Di samping itu banyak negara Afrika menggabungkan diri dengan Persemakmuran Inggris, Persemakmuran Perancis dan Masyarakat Ekonomi Eropa seba¬gai associated member.
Gerakan Persatuan Afrika atau Pan Afrikanisme, yang dirintis dalam berbagai konperensi, mencapai puncaknya dalam pembentukan Organization of African Unity pada pertemuan sekitar 30 kepala negara di Addis Abeba bulan Mei 1963. OAU terdiri dari Sidang Tahunan Kepala-kepala Negara, Sidang Dewan Menteri 2 kali setahun, Komisi Arbitrasi dalam sengketa-sengketa, Komisi Ekonomi Sosial, Komisi Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, dan Komisi Pertahanan. Kemudian dibentuk juga Komisi Pembebasan yang bertugas membantu gerakan-gerakan pembebasan wilayah-wilayah Afrika yang masih dijajah. Sekretariat Jenderal ber-kedudukan di Addis Abeba.
OAU dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan berikut :
a.Memajukan persatuan dan solidaritas negara-negara Afrika;
b.Kerjasama untuk meningkatkan taraf hidup rakyat ;
c.Membela kedaulatan dan keutuhan territorial negara-negara Afrika ;
d.Mengikis habis kolonialisme di Afrika ;
e.Memajukan kerjasama internasional yang secara istimewa
f.memperhatikan Piagam PBB dan Piagam Hak-hak Azasi.
Sejak pembentukannya, dua keputusan penting telab menja¬di dasar persatuan OAU. Yang pertama ialah commitment OAU untuk membebaskan seluruh Afrika, khususnya bagian Selatan. Pohtik negara-negara Afrika ialah mengisolir Afrika Selatan yang dikuasai minoritas kulit putih dengan boikot perdagangan dan Perhubungan serta sanksi-sanksi, dan di samping itu membantu Serakan-gerakan pembebasan lewat Komisi Pembebasan tsb.
Isu itu selalu menguasai konperensi Kepala-kepala Negara dan perundingan-perundingan Pan Afrika lainnya. Isu itu juga mempengaruhi hubungan berbagai negara Afrika dengan negara-negara Barat. Usul Pantai Gading pada KTT Juni 1971 untuk memulai suatu dialog dengan Afrika Selatan yang juga didukung Malawi, Malagasy, Gabon, Lesotho dan Mauritius mengobarkan isu itu tetapi ditolak.
Afrika dalam Percaturan Politik Dunia
Biarpun kebanyakan negara Afrika pertama-tama memikirkan isu-isu politik luar negeri yang berhubungan dengan benua mereka, seperti politik apartheid, pembebasan jajahan I sebagainya, mereka juga berusaha memperoleh suara dal urasan-urusaii dnnia, terutama lewat keanggotaan mereka pi PBB. Mereka menganggap kedudukannya dalam badan internasional itu penting karena lewat forum itu mereka dapat menyampaikan pandangan-pandangan mereka kepada dunia dan rnergang peranan penting dalam keputusan-keputusannya. Semwarga PBB dianggap sama, tidak peduli besar kecilnya dan taiperkembangannya. Secara demikian negara-negara Afrika nnguasai ham pir sepertiga suara PBB.
TRANSFORMASI SOSIAL
Revolusi Afrika yang sejak 1950 menghasilkan kemerdekaan bagi negeri-negeri bekas jajahan dibarengi dengan perubahan-perubahan sosial dan ekonomis yang mempengaruhi kehidupan hampir setiap orang Afrika. Proses mengantarkan masyarakat adat ke dunia teknologi modern itu dikenal sebagai modernisasi. Pemimpin-pemimpin Afrika telah menyadari implikasi-implikasi proses itu, tetapi modernisasi sepenuhnya baru akan terwujud sesudah beberapa generasi. Unsur-unsur susunan masyarakat tradisionil Afrika terjalin satu sama lain secara erat. Kemajuan Pendidikan
Dasar setiap modernisasi adalah pendidikan, tidak hanya pendidikan formii di sekolah-sekolah tetapi juga pendidikan informil di luar sekolah dan penyuluhan pertanian serta kesehatan di daerah-daerah pedesaan. Tuntutan rakyat akan pendidikan demikian kuatnya, sehingga tak ada pemerintah yang dapat menghambat atau menghalang-halangi perluasan fasilitas-fasilitas pendidikan secara cepat. Untuk jangka pendek persoal-annya berkisar pada usaha mengarahkan pendidikan kepada pembangunan dan modernisasi, dan menciptakan keseimbangan antara perkembangan ekonomi dan kemajuan pendidikan. Kalau kaum muda, yang telah mendapatkan pendidikan baru, tidak dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan teknis karena tidak ada lapangan kerja yang selaras, kekecewaan mere¬ka akan merupakan benih kekacauan dan krisis politik.
Di negara-negara Afrika baru pendidikan mendapat perha-tian yang besar, sehingga terdapat suatu kemajuan yang cepat. Di mana-mana didirikan sekolah-sekolah umum dan kejuruan dari tingkat rendah sampai perguruan tinggi. Tetapi banyak juga kekurangannya. Umumnya keuangan negara terbatas, sehingga tidak mampu menyediakan fasilitas-fasilitas seperlunya untuk menampung semuaanak yang berusia sekolah. Dalam segi kwali-taspun terdapat kelemahan-kelemahan. Merubah sistim pendidik¬an warisan jaman kolonial menjadi nasional tidaklah mudah dan juga tidak dapat dijalankan dalam waktu yang singkat.

Akibat-akibat Sosial
Modernisasi mempunyai pengaruh mendalam atas bentuk-bentuk institusionil kekuasaan. Kewibawaan kepala-kepala adat dirongrong oleh pemerintah yang dipilih oleh rakyat. Larangan-larangan kepala keluarga yang membatasi kebebasan bergerak menjadi berkurang dengan mengendornya ikatan-ikatan dalam keluarga. Solidaritas keluarga besar untuk sebagian dihancurkan oleh arus urbanisasi, di mana pengaruh-pengaruh mass media modern yang disruptif lebih terasa. Di kota para pendatang baru itu harus mempelajari cara hidup baru. Mereka bergantung pada majikannya untuk hidup mereka sehari-hari. Kehilangan peker-jaan berarti kehilangan nafkah bagi diri sendiri dan keluarga mereka. Keluarga besar sudah tidak diandalkan sebagai bentuk jaminan sosial, sedangkan di kebanyakan negara Afrika rencana jaminan-jaminan sosial pemerintah baru pada awal perkembang-annya.
Bantahan Asing dan Reaksi Afrika
Perubahan-perubahan besar dalam masyarakat Afrika tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan asing, baik bantuan fmansiil untuk industrialisasi dan penggalian kekayaan alam maupun bantuan teknis oleh ahli-ahli luar negeri. Umumnya rakyat meng-akui perlunya tenaga-tenaga ahli itu, tetapi kehadiran mereka kerap kali menjadi faktor yang menjengkelkan dalam situasi yang telah tegang karena penyesuaian sosial yang besar. Kerap kali mereka dituduh mencampuri urusan intern negara melulu karena mereka ditempatkan dalam sektor-sektor yang vital.
Kelompok-kelompok Sosial Baru
Dengan hilangnya susunan masyarakat tradisionil, timbullah kelompok-kelompok bam yang berasal dan kebutuhan-kebutuh¬an kehidupan ekonomi modern. Di kota-kota kesadaran dan solidaritas suku semakin terdesak oleh hubungan-hubungan baru. Kelompok-kelompok profesionll dan serikat-sertkat buruh lambat laun menjadi dasar masyarakat baru. Di daerah-daerah pedesaan loyalitas-loyalitas lama masih bertahan. Proses moder-nisasi di daerah-daerah itu baru pada awalnya. Bahkan dengan perkembangan mass media yang cepat, penyusunan kembali masyarakat-masyarakat di Afrika itu akan lamban dan kerap kali menimbulkan ban yak penderitaan, khususnya pada generasi tua. Di manapun masyarakat tidak mudah dan tidak cepat berubah. Transformasi sosial selalu menjumpai perlawanan-perlawanan dan oleh sebab itu memerlukan waktu.

0 komentar

Post a Comment

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..