Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

FASISME


Fasisme adalah sebuah gerakan politik penindasan yang pertama kali berkembang di Italia setelah tahun 1919 dan kemudian diberbagai Negara di Eropa sebagai reaksi atas perubahan sosial politik akibat Perang Dunia I. Nama fasisme berasal dari kata latin “fasces” artinya kumpulan tangkai yang diikatkan kepada sebuah kapak yang melambangkan otoritas di Roma Kuno. Istilah fasisme pertama kali digunakan di Italia oleh pemerintahan yang berkuasa tahun 1922-1944 pimpinan Benito Mussolini. Gambar tangkai-tangkai yang diikatkan pada kampak menjadi lambang partai fasis pertama. Setelah Italia pemerintahan fasis kemudian berkuasa di Jerman dari 1933-1945 pimpinan Adolf Hitler dan di Spanyol dari 1939-1975 pimpinan Jenderal Franco. Setelah Perang Dunia II rezim-rezim diktatoris yang muncul di Amerika Selatan dan Negara-negara belum berkembang umumnya digambarkan sebagai fasis.
Jelaslah sebagaimana ditekankan Mussolini gagasan utama dibalik fasisme adalah ide Darwinis mengenai konflik dan perang sebab Darwinisme menegaskan bahwa yang kuat bertahan hidup, yang lemah punah yang karenanya berpandangan bahwa manusia harus berada dalam perjuangan terus-menerus untuk dapat bertahan hidup. Karena dikembangkan dari gagasan ini fasisme membangkitkan kepercayaan bahwa suatu bangsa hanya dapat maju melalui perang dan memandang perdamaian sebagai bagian yang memperlambat kemajuan, oleh sebab itu fasisme sesungguhnya merupakan ideologi yang dibangun menurut hukum rimba yang dikembangkan oleh Darwinisme.
Ciri lainya untuk diingat adalah bahwa fasisme merupakan ideologi nasionalistik dan agresif yang didasarkan pada rasisme. Fasisme bertujuan membuat individu dan masyarakat berpikir dan bertindak seragam, untuk mencapai tujuan ini fasisme menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama semua metode propaganda. Fasisme menyatakan siapapun yang mengikuti gagasannya sebagai musuh bahkan sampai melakukan genocida.

Asal usul Mentalitas Fasis
Fasisme merupakan sebuah ideolgi yang berakar di Eropa. Pondasi fasisme dibangun oleh sejumlah pemikir di eropa pada abad ke-19, dan dipraktikan pada abab ke-20 oleh Negara-negara seperti Italia dan Jerman, Negara-negara lain yang dipengaruhi ataupun menerapkan fasisme ” mengimpor “ ideologi ini dari Eropa. Karena itu, untuk menelaah sumber-sumber fasisme, kita harus berpaling pada sejarah Eropa.
Sejarah Eropa telah mengalami beberapa tahap dan periode. Namun, dalam pengertian terluas, kita dapat membaginya menjadi tiga periode utama :
1. Periode pra-Kristen (periode pagan)
2. Periode mendominasinya agama Kristen di Eropa
3. Periode pasca-kristen (periode materialis)
Dari ketiga periode ini tampaklah bahwa fasisme terjadi pada periode pertama dan ketiga, dengan kata lain fasisme adalah produk paganisme yang kemudian dikuatkan kembali oleh kebangkitan materialisme. Ideologi atau praktek fasis tidak pernah muncul selama seribu tahun lebih selama agama Kristen mendominasi Eropa.
Contoh terbaik dengan sistem fasis dunia pagan dalam pengertian modern adalah negara-kota Sparta di Yunani. Sparta adalah sebuah negara militer yang membaktikan diri pada perang dan kekerasan dan diperkirakan dibangun oleh Likurgus pada abad 8 SM. Dibawah sistem Sparta negara jauh lebih penting dibandinhgkan perorangan, kehidupan rakyat diukur berdasarkan manfaat mereka bagi Negara. Anak lelaki yang kuat dan sehat dipersembahkan kepada negara, sedangkan bayi-bayi yang sakit dibuang ke pegunungan agar mati. Praktik bangsa Sparta ini dijadikan contoh oleh Nazi Jerman dan dinyatakan bahwa, oleh pengaruh kuat Darwinisme, orang-orang yang sakit-sakitan harus disingkirkan untuk mempertahankan sebuah “ras yang sehat dan unggul”
Salah satu pemikir terpenting yang memberikan keterangan terperinci tentang Sparta adalah filsuf Yunani bernama Plato, dalam buku-bukunya ia menggambarkan Sparta sebagai sebuah model negara. Pandangan Plato yang menganggap bahwa manusia sebagai species hewan dan menganjurkan agar mereka dikembangkan melalui perkawinan paksa, muncul lagi ke permukaan dengan kedatangan Darwinisme pada abad ke – 19 dan diterapkan oleh Nazi pada abad ke – 20.

Darwinisme Menyediakan Dasar-Dasar bagi Fasisme
Mitos evolusi, sebuah warisan dari paganisme Sumeria dan Yunani, memasuki kancah pemikiran Barat melalui karya Charles Darwin The Origin Of Species, yang diterbitkan tahun 1859. Dalam buku ini sebagaimana dalam buku The Descent Of Man, ia membahas konsep-konsep pagan tertentu yang telah menghilang di Eropa dibawah dominasi Kristen, dan membuat “pembenaran” bagi konsep-konsep tersebut dengan kedok ilmu pengetahuan. Kita dapat menguraikan konsep-konsep pagan yang ia coba benarkan, hingga menjadi dasar-dasar bagi perkembangan fasisme, sebagai berikut :
1.Darwinisme memberikan pembenaran bagi Rasisme :
Darwin mengklaim bahwa ras tertentu di alam lebih pilihan daripada yang lainnya. Dengan kata lain bahwa mereka lebih unggul, dimana orang kulit putih lebih unggul daripada ras-ras lain, seperti ras-ras Asia, Afrika dan Turki serta diperbolehkan memperbudak mereka.
2.Darwinisme memberikan justifikasi bagi pertumpahan darah :
Sebagaimana yang telah disebutkan Darwin mengemukakan bahwa “perjuangan untuk bertahan hidup yang mematikan terjadi di alam”. Darwin menggambarkan sebuah arena dimana satu-satunya aturan adalah kekerasan dan konflik, dan demikian menggantikan konsep-konsep perdamaian, kerjasama, pengorbanan diri yang telah menyebar di eropa dengan kedatangan agama Kristen.
3.Darwinisme membawa kembali konsep egenetika kedalam pemikiran barat :
Konsep mempertahankan keunggulan rasial melalui pemiliharaan keturunan , yang dikenal sebagai egenetika, yang diterapkan di Sparta muncul kembali didunia barat melalui Darwinisme. Teori Darwin nampaknya hanyalah konsep mengenai ilmu pengetahuan biologi, tetapi sesungguhnya teori ini membentuk dasar-dasar untuk cara pandang politis yang benar-benar baru. Tak berapa lama, pandangan ini didefinisikan ulang sebagai “Darwinisme Sosial”. Dan sebagaimana telah banyak diakui para sejarawan, Darwinisme Sosial menjadi dasar ideologis bagi Fasisme dan Nazisme.

Pemikir-Pemikir di abad – 19 yang Terpengaruh Darwinisme
1.Friederich Nietzsche
Nietzcsche berpendapat bahwa satu dari golongan manusia terdiri dari manusia-manusia super, dan bahwa golongan-golongan yang lain harus melayani dan memeatuhi mereka. Lebih jauh lagi, ia megklaim bahwa yang disebut ”orang-orang super” ini akan membangun sebuah tatanan dunia yang aristokratis, sebuah teori yang dipraktikkan oleh pasukan Hitler pada awal perang Dunia II tahun 1939.
Kedua aspek filsafat Nietzsche ini yakni rasisme dan takzim pada kekerasan, berhubungan dekat dengan Darwinisme. Diskriminasi Darwin diantara ras-ras yang berbeda sangat sesuai dengan pandangan Nietzsce tentang “kaum superior dan inferior”.
2.Francis Galton
Francis Galton, dikenal sebagai pendiri teori “eugenetika”. Teori eugenetika ini muncul pada pertengahan abad ke-20. Eugenetika berarti membuang orang-orang berpenyakit dan cacat serta memperbaiki ‘ras’ manusia dengan memperbanyak jumlah individu sehat. Sebagaimana hewan jenis unggul dapat dibiakkan dengan mengawinkan induk-induk hewan yang sehat, maka berdasarkan teori ini ras manusia pun dapat diperbaiki dengan cara yang sama. Dengan kata lain teori tersebut adalah mempertahankan keunggulan ras melalui pemeliharaan keturunan. Francis Galton menyatakan bahwa langkah-langkah hukum harus dilakukan untuk mencegah “ras – ras rendahan mengotori ras-ras unggul”. Tak terelakkan, mereka yang mempercayai Darwinisme, pastilah juga mempercayai eugenetika.
3.Ernst Haeckel
Ernst Haeckel merupakan pendukung dari teori Darwin dan Francis Galton mengenai teori ‘eugenetika’. Ernst Haeckel menjelaskan bagaimana egenetika dapat dilakukan serta membela pembunuhan bayi cacat sejak saat kelahiran. Ia juga menyatakan bahwa orang yang sakit-sakitan, dan yang lemah atau cacat mental harus dimandulkan. Ia menentang perawatan orang-orang sakit karena hal ini dapat menghambat proses bekerjanya seleksi alam.

Latar Belakang Terjadinya Praktik Fasisme
Terdapat banyak kesamaan pada latar belakang sosial dan psikologis dimana negara fasisme terbentuk. Sebagian besar negara-negara tersebut kalah dan rusak parah dalam Perang Dunia I, hingga rakyatnya sangat lemah dan letih,banyak yang kehilangan suami, istri, anak-anak dan orang-orang yang mereka cintai dalam perang. Negara-negara tersebut juga tertimpa kesulitan ekonomi, politik dan perasaan meluas bahwa bangsa mereka mengalami keruntuhan. Rakyat menderita secara material; partai-partai yang beragam itu tak mampu mengatasi masalah-masalah negaranya.
Pada dasarnya, kemiskinan Italia akibat Perang Dunia I adalah faktor terpenting dalam perkembangan kekuasaan fasisme. Lebih dari 600.000 orang Italia tewas akibat perang itu dan hampir setengah juta orang mengalami cacat. Negara itu tertekan oleh resesi ekonomi dan angka pengangguran yang tinggi. Seperti halnya negara-negara lain yang lelah akibat perang, bangsa Italia merindukan untuk memiliki kembali kehormatan dan keagungan mereka ke “posisi yang selayaknya”.
Krisis sosial, politik dan ekonomi juga berperan penting dalam pembentukan Nazisme di Jerman. Pengangguran dan krisis keuangan menambah kekecewaan akibat kekalahan dalam Perang Dunia I. Inflasi meningkat hingga tingkat yang jarang dapat disamai. Bangsa Jerman ingin memulihkan harga diri mereka yang hilang dan kembali ke taraf hidup yang lebih baik. Dengan janji untuk memenuhi harapan-harapan seperti ini, Nazisme muncul dan memperoleh dukungan.
Sasaran Fasisme
Faktor lain yang membuka jalan bagi fasisme adalah kebodohan dan rendahnya pendidikan dalam masyarakat. Pada umumnya, hal ini mengakibatkan kemunduran tingkat kebudayaan dalam masyarakat. Sebagian besar pendukung fasisme adalah kaum tak terpelajar, mereka berjuang atas nama fasisme, dan menjadi pion bagi kebijakan-kebijakan chauvinistiknya. Karena, ide-ide fundamental yang mendasari fasisme (yakni rasisme, nasionalisme, chauvinisme dan fantasi) hanya dapat diterima luas oleh kalangan tak terpelajar, yang mudah terbujuk oleh slogan-slogan mentah dan sederhana.

Metode-metode yang Digunakan Fasisme Untuk Berkuasa
Fasisme mencapai puncak kejayaan pertama kalinya di Italia. Mussolini memobilisasi para tentara, pengangguran dan mahasiswa, dengan slogan-slogan yang meneriakkan kembalinya masa-masa kejayaan Romawi Kuno. Ia memiliki metode-metode yang dibangun dengan kekerasan. Mereka mulai melakukan penyerangan-penyerangan dijalan-jalan terhadap kelompok-kelompok yang mereka anggap sebagai saingan mereka. sebagai hasil perkembangan selanjutnya, kaum fasis Italia akhirnya berkuasa dan Mussolini melarang semua partai-partai politik lain. Beberapa pemimpin oposisi dibuang ke pengasingan di luar negeri, dan yang lainnya dipenjara.
Begitupun dengan fasis Hitler di Jerman. Hitler melakukan kebijakan-kebijakn seperti yang dilakukan Mossolini. Selain pemaksaan yang tak berperikemanusiaan, Hitler juga menggunakan berbagai metode yang tidak demokratis. Misalnya, ia melarang semua partai oposisi, dan melarang semua perserikatan dagang, sehingga menghapuskan sepenuhnya kebebasan individu.

Teknik-Teknik Pencucian Otak Oleh Fasisme
Ada sebuah kekhasan yang sangat buruk pada fasisme dan Nazi Jerman : usaha untuk mencuci otak rakyatnya. Program ini dibangun dengan dua unsur dasar, yakni edukasi dan propaganda. Dalam Mein Kampf , Hitler menulis, “Propaganda adalah sebuah alat, dan karenanya harus dinilai dengan melihat tujuannya... Propaganda dalam perang ini merupakan suatu alat untuk mencapai sebuah tujuan, dan tujuan itu adalah perjuangan demi eksistensi rakyat Jerman. Dalam hal ini, senjata-senjata yang paling kejam menjadi beradab bila mereka mampu membawa kemenangan yang lebih cepat”.
Rapat-rapat akbar sering diselenggarakan oleh Nazi dengan penuh kemegahan dan dinyanyikan lagu-lagu kebangsaan yang membangkitkan semangat. Acara seperti ini secara khusus ditujukan untuk membangun rasa kagum sekaligus rasa takut sehingga mudah memikat hati rakyat Jerman. Hal yang sama pun juga dilakukan oleh Benito Mussolini dalam memenangkan hati rakyatnya.

Penekanan untuk Melenyapkan Pemikiran yang Bertentangan
Sebuah contoh menarik tentang usaha-usaha fasisme untuk mencuci otak masyarakat adalah dengan upacara-upacara pembakaran buku pada Jerman Nazi. Untuk pertama kalinya pada 10 Mei 1933, para mahasiswa Jerman berkumpul di Berlin untuk membakar buku-buku yang berisi pemikiran-pemikiran ‘non-Jerman’. Negara fasis hanya memperbolehkan ideologinya sendiri yang diajarkan. Mereka yang tak setuju dengan ideologi ini diintimidasi sampai dia mau menerimanya. Oleh karena itu, sistem pendidikan dibuat untuk sepenuhnya melayani negara fasis.
Taktik lain yang digunakan oleh semua rezim fasis adalah menyembunyikan sejarah yang benar dari masyarakat, dan menggantikannya dengan pengajaran sebuah versi khayalan yang mereka tulis sendiri. Tujuannya adalah untuk membangun sebuah budaya dimana pemikiran-pemikiran kaum fasis dapat berkembang dengan pesat.
Berhala – Berhala Fasisme: Pemimpin yang Dikeramatkan
Bagian paling penting dalam fasisme adalah sang pemimpin, yang namanya ditonjolkan dalam setiap aspek kemasyarakatan. Rezim Hitler, Mussolini dan Franco adalah contoh nyata dalam hal ini. Gelar-gelar yang digunakan para diktator ini, “Der Fuhrer”, “Il Duce”, dan ‘El Caudillo”, semuanya menyiratkan hal yang sama “pemimpin yang mengetahui segalanya”.
Cara lain yang digunakan untuk melukiskan pemimpin fasis sebagai keramat adalah dengan menempatkan gambar-gambar dan patung-patungnya diseluruh penjuru negeri. Hal ini menjadi efek psikologis yang mendalam terhadap rakyat, yang terus menerus merasa diri mereka berada dalam kekuasaan dan pengawasannya. Dia membuat kehadirannya terasa dimana-mana, dalam upaya untuk memberi kesan sebagai ‘seseorang yang melihat dan mengetahui segala hal’, dengan kata lain, seorang yang keramat.
Musuh – Musuh Imajiner bagi Negara Fasis
Faktor yang paling membuat negara fasis kuat dimata rakyatnya adalah mitos ‘musuh imajiner’ .
Semua negara fasis menciptakan musuh-musuh imajiner, dan menyatakan perang habis-habisan kepada mereka. Seperti Hitler memusuhi yahudi dan Mussolini memusuhi komunis.
Politik Ekspansi Fasisme
Ciri khas lain yang tanpanya fasisme tidak akan mampu bertahan adalah politik ekspansi dengan cara menduduki negara lain. Dasar politik invasi ini adalah rasisme, dan konsep “perjuangan untuk bertahan hidup diantara ras-ras”, sebuah warisan dari Darwinisme. Negara-negara fasis percaya bahwa untuk berkembang sebagai sebuah bangsa, mereka harus menguasai bangsa-bangsa lain yang lebih lemah dan tumbuh dengan menghisap mereka.
Catatan paling memilukan dari politik pendudukan fasisme tentu saja adalah Nazi Jerman, Nazi mengklaim bahwa bangsa Jerman adalah ‘ras yang berkuasa dan membutuhkan ruang untuk hidup’ . Hanya dalam waktu singkat, Angkatan Darat Jerman telah menduduki Polandia, Belgia, negara-negara Baltik, Perancis, Semenanjung Balkan dan Afrika Utara, menyerbu Rusia hingga ke Moskow dan dari sana menuju Laut Kaspia.

Unsur-Unsur Pokok dalam Ideologi Fasisme :
a)Ketidakpercayaan pada kemampuan nalar atau pertimbangan akal :
keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap masalah ras, kerajaan atau pemimpin.
b)Pengingkaran terhadap persamaan derajat manusia :
Manusia tidaklah sama, justru pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep persamaan tradisi yahudi-kristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideology yang mengedepankan kekuatan.
c)Kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan :
Negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran doktrin pemerintah. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya.
d)Pemerintahan oleh kelompok elit atau golongan terpilih :
Pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit.
e)Totaliterisme :
Rasisme bersifat total dalam meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder (anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum Fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan.
f)Rasialisme dan imperialisme :
Dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat imperialisme.
g)Oposisi terhadap undang-undang, menentang hukum dan ketertiban internasional :
Fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban manusia. Sebab, seperti dikatakan oleh Mussolini : “Hanya peperanganlah yang membawa seluruh tenaga manusia ke tingkat kegunaan yang lebih tinggi dan yang memberikan cap kebangsawanan kepada rakyat-rakyat yang berani menghadapinya”.

Praktik Fasisme di Abad ke -20
Setelah sebelumnya telah menelaah akar budaya fasisme dimana ideologi ini menjadi kebangkitan kembali gagasan paganisme yang dikuatkan oleh Darwinisme. Fakta-fakta ini adalah hal terpenting untuk memahami akar-akar fasisme dan gerakan-gerakan fasis yang terjadi pada abad ke-20. Akan tetapi, kita juga harus memperhatikan bagaimana gerakan-gerakan ini mampu mengambil alih tampuk kekuasaan dibanyak negara pada abad ke-20, metode-metode apa saja yang mereka gunakan tatkala berkuasa, dan mimpi buruk apa yang diakibatkannya.
Segera setelah Perang Dunia I, rezim fasis pertama di abad ke-20 dibangun oleh para diktator-diktator Eropa yang mampu menghipnotis puluhan ribu massa untuk tunduk pada pemerintahannya. Berikut merupakan penguasa-penguasa di Eropa yang menerapkan praktik fasisme dinegaranya antara lain :
1.Di Italia oleh Benito Mussolini
Fasisme mencapai kesuksesan pertama kalinya di Italia. Mussolini mengambil keuntungan dari tekanan-tekanan sosial dan kerinduan di kalangan rakyat Italia akan perubahan. Setelah perang, Mussolini memobilisasi para mantan tentara, pengangguran dan mahasiswa dengan slogan-slogan yang meneriaki masa-masa kejayaan Romawi Kuno. Mussolini adalah Darwinis tulen yang meyakini kekerasan sebagai kekuatan pendorong dalam sejarah. Kekerasan dan penindasan yang ia lakukan adalah dengan menduduki Ethiopia ditahun 1935. Sekitar 15.000 orang telah dimusnahkannya atas dasar pembenaran ilmiah rasialis Darwinisme.
2.Di Jerman oleh Adolf Hitler
Hitler memperoleh kekuasaan dengan cara yang sama. Gerakan Nazi lahir pada awal tahun 1920-an, dan Hitler melakukan tindakan kekerasan pada saat itu pula dengan mulai menciptakan rezim fasis di Jerman. Menurutnya yang kuat dan kejam adalah yang benar dan paling ungggul, dimana satu-satunya cara mencapai keberhasilan dan kemajuan adalah melalui keberingasan, penyerangan, kekerasan dan peperangan, hal ini meniyangkut tentang gagasan Darwin “yang kuat hidup, yang lemah mati”.
Pada tahun 1930-an, fasisme menjadi sebuah ideologi politik yang populer, partai-partai fasis baik besar maupun kecil didirikan dibanyak negara, dan kaum fasis berkuasa di Austria dan Polandia, sehingga seluruh Eropa dipengaruhi oleh fasis. Segala kekejaman dilakukan dalam rangka menerapkan prinsip Darwinis dalam masyarakat manusia. Para Darwinis menyatakan bahwa yang kuat tetap bertahan setelah berjuang demi kelangsungan hidup. Darwinisme telah menyediakan landasan berpijak teoritis dan ilmiah yang berujung pada peperangan

0 komentar

Post a Comment

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..