Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

PEMIKIRAN POLITIK YUNANI KUNO


Diantara semua sejarah, tak ada yang begitu mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain lahirnya peradaban di Yunani secara mendadak. Banyak peradaban yang telah muncul di ribuan tahun seperti di Mesir, Mesopotamia dan mucul peradaban-peradaban kecil lain di negeri lainnnya,namun peradaban tersebut tidak kunjung sempurna dengan pemikiran-pemikiran yang dapat dikenal. Bangsa Yunani sebagai peradaban besar yang memiliki banyak pemikir yang dikenal yang akhirnya menyempurnakan peradaban tersebut. Pemikir Yunani yang banyak melakukan spekulasi bebas mengenai hakikat dunia, tujuan hidup tanpa terbelenggu oleh paham-pahan kolot yang diwarisi. Para pemikir yunanilah yang akhirnya menemukan ilmu penegetahuan dan filsafat, mereka lah yang pertama kali menulis sejarah (History) yang berbeda dari sekedar tarikh.
Banyak peristiwa-peristiwa aneh yang mengherankan sehingga, sampai saat ini pun, banyak orang yang puas dan membicarakan kejeniusan bangsa Yunani bedasarkan mistik. Akan tetapi tidaklah mustahil untuk memahami perkembangan di Yunani itu secara ilmiah dan memang itulah yang terpenting. Perdaban bukan hanaya mengendalikan dorongan hasrat lewat wawasan kedepan, yang cukup dilakukan oleh diri sendiri, namun juga mengaturnya lewat hukum, adat istiadat, dan agama. Dalam kancah pemikiran, peradaban secara garis besar sama dengan ilmu penegtahuan semata-mata tidaklah memuasakan: manusia juga membutuhkan, gairah politik, seni dan agama. Ilmu boleh saja memasangbatas-batas bagi pengetahuan, namun sebaliknya jangan membatasi imajinasi (pemikiran).
Diantara para filsuf Yunani, sebagaimana diantara para filsuf dari zaman berikutnya, ada yang pemikirannya terutama bercorak ilmiah, politik dan religius diantaranya Socarates yang mengemukaakan pemikirannya mengenai Dialektika yang dikembangkan hingga akhirnya dia dipenjara. Plato dengan Negara dan kota yang akhirnya dikembangkan kemabali oleh Aristoteles. Pemikiran bangsa yunanilah yang akhirnya membentuk pola pengetahuan umum mengenai dasar pemikiran-pemikiran yang memberikan pengetahuan secara imajiner guna pengembangan lebih lanjut yang diadaptasikan oleh banyak perdaban lainnnya yang terus dikembangkan sebagai dasar pemikiran politik suatu bangsa. Pemikiran politik tokoh-tokoh tersebutlah yang akan diulas pemahamannya lebih jauh.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya mengenai Yunani sebagai salah satu bangsa yang mempunyai perdaban tinggi dan para pemikir ulung yang telah memberikan berbagai pemahaman dibidang pengetahuan maupun politik dengan mengembangkan berbagai bentuk pemikiran sehingga menghasilkan pemahaman yang dibutuhkan oleh para pemikir politik lain. Para pemikir yunani lebih sering menggunakan filsafat sebagai pedoman pemabahasan politik mereka. Filsafat dijadikan sebagi salah satu cabang etika politik dalam lingkungan filsafat. Pikiran yunani secara sistematis menyelididki watak dala jalannya institusi politik. Dalam rekaman sejara, tercatat muncul suatu konsepsi sosial politik yang mendasar dalam warisan dan kebudayaan dan intelektual Barat. Di Yunani pula problem-problem manusia dan negara pertama kali diangkat ke permukaan, termasuk di era socrates.
Doktrin politik Socrates bahwa “Kebijakan adalah pengetahuan” merupakan dasar bagi pemikiran politiknya mengenai negara. Socrates tidak terlalu banyak menulis mengenai pandangan politik namun dengan konsep pemikiran socrates tersebut telah banyak para pemikir lainnya terpengaruh oelh pandangan socrates, diantaranya muridnya sendiri yaitu plato. Socrates mencurahkan perhatiaannya dengan sungguh-sungguh pada perkembangan metodologi atau model prosedural untuk mencapai kebenaran. Baginya, prinsip politik juga mendasarkan pada etika yang ia simpulkan kebajikan pengetahuan. Salah-satu kepandaian socrates adalah bersilat lidah. Salah satu kepandaian yang ia miliki adalah menyapaikan kebenaran.
Mengenai konstribusi yang lain, Socrates mengajarkan bahawa terdapat prinsip-prinsip moralitas yang tidak berubah dan universal yang teradapat pada hukum-hukum dan tradisi-tradisi yang beragam di pelbagai belahan dunia ini. Socrates menegasakan bahwa norma-norma kebenaran itu bebas dari dan penting untuk opini individu. Ketika para Sophis (golongan cendekiawan Yunani) menyatakan bahwa hukum tidak lain kecuali konvensi yang muncul demi kemaslahatan dan bahwa kebenaran adalah yang dianggap benar individu. Socrates menjawab bahwa terdapat kerajaaan alam yang supra-manusiawi yang peraturannya mengikat seluruh rakyatnya. Socrates mendasarkan pada hukum tersebut pad akal, konsepsi ini secara formal menjadi bagian dari pemikiran filosopisnya.
Setelah Socrates wafat munculah segala pemikirannya diteruskan oleh salah satu muridnya yaitu Plato dengan mengedepankan prinsip-prinsip kebenaran yang telah di uraikan Socrates. Fondasi filsafat politik Plato bisa dikatakan adalah “the transcendent good.” Dan pencarian Plato terhadap “Yang Baik” itu hanya bisa dipahami dalam konteks ilmu politik di masa awal Yunani, dan hubungan yang digambarkan Plato antara ilmu tersebut dengan Perang Peloponnesia, sebuah perseteruan besar antara Athena dan Sparta untuk memperebutkan hegemoni dunia Yunani (434-404 SM). Situasi Athena dan Sparta yang menyedihkan itu membuat Plato bertekad menerapkan cara baru dalam berpikir tentang Politik dan Etik.
Plato mengunakan bentuk dialog untuk memaparkan filsafatnya. Dia juga menunjukkan kepada kita metode yang membuatnya bisa sampai kepada sebuah kebenaran filosofis. Teori-teori tentang pengetahuan, metafisika, teologi, psikologi dan etika sebagaimana diuraikan diatas tak lain adalah beberapa bagian metodenya untuk mempelajari politik.
Dari situ Plato menunjukan kepada kita kehidupan yang baik yang diperlihatkan oleh kehidupan yang rasional, kehidupan yang dibimbing oleh Idea, khususnya Idea tentang yang baik. Disana ada Idea tentang Polis yang absolut dan sempurna yang akan terefleksikan dengan baik atau buruk pada kenyataannya. Disana ada juga ada Idea tentang keadilan atau kualitas lain dalam bahasa kita yang menjadi karakter negara dan warganya. Plato bisa menyimpulkan bahwa siapapun yang ingin menjalani kehidupan yang rasional, dia harus memiliki pemahaman tentang kenegaraan yang Ideal agar urusan-urusan publik berjalan dengan baik. Akhirnya, masyarakat bisa diselamatkan dari kekacauan dan ketidakteraturannya, tentu saja oleh orang yang benar-benar memahami Idea/Form dari Polis.
Plato mulai menggambarkan Polis yang ada dalam Ideanya kedalam realita. Sebagaimana ahli geometri yang menggambar segitiga dan lingkaran untuk mengkomunikasikan idenya. Pelukisan Polis ini pun dimulai dengan definisi teleologis, bahwa fungsi dari Polis adalah untuk memenuhi kebutuhan individu yang tidak dapat ia penuhi sendiri. Kebutuhan pertama manusia adalah kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan dan sebagainya. Dari kebutuhan itu, tanpa disadari dan secara spontan muncullah spesialisasi di bidang ekonomi dan pertukaran. Ada kepentingan yang saling melengkapi dan kerjasama yang spontan.
Plato mengatakan bahwa konstitusi Polis yang seperti inilah yang benar-benar sehat. Dari sini muncullah keinginan terhadap kemewahan yang nantinya membuat Polis semakin kompleks dan meningkatkan kekuatannya. Terciptalah golongan tentara. Paradox terjadi karena timbul kecintaan yang berlebihan terhadap materi, perang dan perebutan harta. Dari ide manusia yang polos dan penuh nafsu ini, Plato beranjak ke Ide Tri-Fungsi Manusia. Meminjam istilah Francis Cornford, Masyarakat yang baik harus memiliki tiga institusi sosial yang berfungsi; membuat keputusan dan memerintah (legislatif), melaksanakan (eksekutif dan administratif), dan memproduksi. Pemisahan ini diturukan dari Idea tentang manusia yang rasional, spiritual dan penuh nafsu.
Setelah Plato wafat segala pemikirannnya diadopsi oleh Aristotles mengenai idea yang membawa pemikiran baru bagi filsuf lain. Politika Aristoteles lah yang melengkapi beberapa kelemahan pemikiran yang dikembangkan Plato, bahkan ia sanggup melanjutkan dan menyempurnakan langkah yang telah diayunkan oleh Plato menjelang akhir hayatnya, yakni langkah-langkah yang menuju kepada realisme
Esai-esai filsafat politik Aristoteles yang terhimpun dalam La Politica ini menjawab pertanyaan mendasar mengenai apakah negara itu, siapakah yang menjadi warga negara, apa itu demokrasi politik, teokrasi, oligarki, aristokrasi, hingga perdebatan filsafat rasionalitas. Karya klasiknya ini juga memuat peta pemikiran politiknya lewat dialektika filsafat politik, negara, etika, logika, metafisika, dan strata sosial. Filsafat politik Aristoteles mulai berkembang pesat sejak dia memimpin Lyceum, yang mencakup enam esainya tentang logika, metafisika, fisika, etika, ilmu kedokteran, dan fisika. Di bidang filsafat politik, dia meyakini bahwa bentuk politik yang paling ideal adalah gabungan dari filsafat politik demokrasi dan monarki.
Walaupun sebagian besar kajian filsafat politik yang dikembangkan Aristoteles cenderung meliputi penjelasan dari logika atau rasionalitas (common sense explanation), banyak dari teori dan pemikiran politiknya terus dikembangkan selama hampir puluhan tahun. Hal ini karena kajian filsafat politiknya didasari pada logika dan rasionlitas, sesuai dengan dasar pemikiran publik pada umumnya. Penyelarasan pemikiran filsafat politik yang dikemukakan oleh Aristoteles ini berpengaruh kuat secara masif terhadap pemikiran filsafat Barat dan kajian pemikiran keagamaan sejak masa awal.
Dalam bukunya Ethics, Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah manusia adalah kebahagian. Menurutnya kebahagiaan adalah aktivitas jiwa agar sesuai dengan kebijakan yang sempurna. Kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai dengan menupayakan kehidupan moral dan kebijakan intelektual. Aristoteles menekankan bahwa pelacakan yang sungguh-sungguh pda watak manusia merupakan hal pokok bagi teori politik.
Pendekatan Aristoteles terhadap teori politik terdapat pada bukunya Politics, kemudian dikemabangkan lagi dalam bukunya yang berjudul Nichomachean Ethics, Rhetoric, dan Methapysic. Inti dari pemikiran politiknya setidaknya ada empat premis etis dan filosofis yang terkenal, yaitu :
1)Manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas
2)Politik adalah ilmu praktis
3)Ada hukum moral universal yang harus dipenuhi semua manusia
4)Negara adalah institusi alamiah
Plato mengajarkan manusia mengikuti secaar utuh pola universal tindakan manusia jika ingin memperoleh martabatnya. Idelismenya, bagaimana mencegahnya dri mendasarkan hukum tersebut pada struktur ontologis objek-objek yang bijak. Dari pemikiran ini Aristoteles memandang watak suatu objek sebagai sesuatu yang bisa menjadi watak Sesutu yang berada pada tujuannya. Tujuan manusia ebagaiman manusia lainya adalah pemenuhan watak dan kebutuhannya.
Aristoteles mendefinisikan Negara sebagai “komunitas keluarga dan kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan berkecukupan”. Istilah berkecukupan mengimpilkasikan bahwa dalam objek ini tercangkup sarana-sarana untuk mencapai tujuannya dan tidak membutuhkan bantuan pihak lain dalam merealisasikan potensial wataknya. Bagi Arostoteles fungsi Negara harus peduli deng karakter warganya, bukan memihak pada elit politiknya. Ia harus mendidik dan mebiasakan mereka dalam kebajikan dan harus memberikan kesempatan kepada rakytnya untuk menggapai cita-citanya termasuk kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi. Namun dalam hal ini diperlukn partisiasi warag dengan baik. Meski Aristoteles tidak menggambarkan suatu pemerintahan yang universal namun ia tetap merasa yakin bahwa ilmu politik mampu menemukan tipe Negara yag paling ideal dan bisa dipraktikan.

0 komentar

Post a Comment

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..