Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

ORGANISASI BUDI OETOMO


Kebangkitan Nasional, jika kita pelajari kembali pasti ingatan kita tidak lepas dari nama Boedi Oetomo. Apakah Boedi Oetomo itu? Boedi Oetomo ialah organisasi modern pertama yang didirikan di Hindia Belanda pada saat itu. Pembentukan organisasi pertama kali dicetuskan oleh dr. Wahidin sudirohusodo, yang awal idenya ialah mendirikan suatu yayasan beasiswa untuk siswa-siswa STOVIA. Ide yang dicetuskan oleh dr. Wahidin ini di sambut dengan sangat antusias oleh para pelajar STOVIA, dalam suatu pertemuan di salah satu kelas yaitu kelas anatomi pada 20 Mei 1908 disepakati membentuk suatu organisasi yang di beri nama Boedi Oetomo (BO).

Pada masa sekarang banyak perdebatan mengenai hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei 1908 yang merupakan hari lahirnya Boedi Oetomo karena ada beberapa pendapat yang mengatakan hal tersebut kurang tepat karena Boedi Oetomo dianggap organisasi kedaerahan yang hanya meliputi Jawa dan Madura. Tetapi hal ini dapat di bantah dengan pendapat bahwa Boedi Oetomo merupakan organisasi modern pertama di Hindia Belanda dan pada saat itu belum ada konsep mengenai Indonesia jadi wajarlah bila Boedi Oetomo agak bersifat kedaerahan walaupun pada dasarnya perjuangan Boedi Oetomo adalah untuk merdeka dari kekuasaan kolonial.

LAHIRNYA BUDI UTOMO

Pemerintahan Hindia Belanda mulai mendapat kecaman dari berbagai pihak atas perlakuannya terhadap pribumi Hindia belanda. Maka dari itu pemerintah belanda mengeluarkan kebijaksanaan berupa politik etis dimana salah satu programnya adalah pendidikan (edukasi) bagi kalangan pribumi hindia Belanda.

Kesadaran akan pentingnya mengenyam pendidikan bagi kalangan bumi putera di hindia belanda mulai tumbuh pada akhir abad ke - 19 dan awal abad ke-20, hal ini dapat dikatakan pula sebagai periode awal pertumbuhan modernisasi masyarakat bumi putera. Modernisasi ini diartikan sebagai hasrat untuk mencapai kemajuan dengan menuntut pelajaran dan pendidikan, terutama pendidikan model barat .

Politik etis yang diterapkan belanda ternyata masih menyengsarakan warga pribumi termasuk program edukasinya, walaupun warga pribumi boleh bersekolah tetapi mereka masih mendapatkan perlakuan yang merendahkan. Seluruh bumi putera mendapat perlakuan yang merendahkan dari pihak belanda, lapisan bawah direndahkan disekolah desa yang tak jelas muaranya ; lapisan atas direndahkan disekolah anak eropa bahkan oleh gurunya . Terbukanya pendidikan bagi kalangan pribumi hindia belanda menaruh harapan bagi kemajuan serta dapat mengangkat harkat dan martabat bangsanya tetapi pendidkan masih tergolong mahal.

Hal ini megugah hati seorang dokter lulusan STOVIA bernama dr. Wahidin Sudirohusodo untuk mengetuk hati para elit Jawa agar mengulurkan bantuannya dalam membantu pelajar-pelajar yang kesulitan keuangan. Wahidin memiliki cita-cita untuk memajukan Jawa melalui pendidikan modern tanpa melupakan warisan peradaban untuk itu Ia menggalang dana beasiswa (studiesfound).

Wahidin menggalang dana dengan cara berkeliling pulau jawa, pada akhir tahun 1907 berakhir di Jakarta dan bertemu dengan para pelajar STOVIA, disanalah bertemu dengan Sutomo dan mengutarakan gagasannya. Sutomo menyetujui gagasan dr. Wahidin dan mereka mengadakan pertemuan dengan para Pelajar STOVIA dan mencetuskan adanya suatu niat untuk mendirikan suatu organisasi.

Tanggal 20 mei 1908 diadakan suatu pertemuan di ruang anatomi yang melahirkan suatu organisasi yang kita sebut Boedi Oetomo (BO). Nama Bedi Oetomo di cetuskan oleh M. Soeradji dalam suatu perkataan yang diucapkan oleh Sutomo sebagai berikut: Menika Satunggaling pademelan sae sarta nelakaken Budi Utami. . Budi Utami adalah bentuk halus dari Boedi Oetomo yang berati budi yang luhur dan diharapkan bahwa perkumpulan ini akan mencapai sesuatu berdasarkan atas keluhuran budi. Cita-cita dari Boedi Oetomo adalah memajukan pendidikan, memajukan pertanian, peternakan, perdagangan, tekhnik, kebudayaan, segala yang perlu untuk menjamin kehidupan sebagai bangsa yang terhormat. Kongres pertama diadakan di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober 1908 untuk mengesahkan status yang telah dirancang dan ditetapkan di Jakarta.

PERKEMBANGAN BOEDI OETOMO (BO)

Pada awal aktifitasnya Boedi Oetomo merumuskan tujuannya secara samar-samar yaitu kemajuan bagi hindia anggotanya juga masih terbatas tetapi munculnya organisasi ini telah menarik khalayak ramai karena itu dalam waktu singkat antara bulan mei sampai bulan oktober 1908 cabang-cabang bo telah berdiri dijakarta, bogor, bandung, magelang suurabaya, probolinggo dan jogjakarta.

Kongres pertama yang diadakan di yogyakarta, menghasilkan terpilihnya raden adipatih tirtokusumo seorang bupati karang anyar sebagai ketua umum dan wahidin sebagai wakil ketua. Dari kongres itu terdapat keputusan yaitu
1. BO tidak ikut kegiatan poloitik
2. kegiatan terutama di khususkan sebagaipada bidang pendidikan dan kebudayaan.
3. ruang gerak hanya untuk daerah jawa dan madura.

Apabila pada awalnya Boedi Oetomo didirikan sebagai wadah untuk menampung segala aktifitas dalam pergerakan memajukan bangsa Indonesia dikalangan sisiwa STOVIA kepemimpinan berada pada anggkatan Tua terutama dari golongan aristrokarsinya. Pergeseran kepempimpinan itu berpengaruh terhadap orientasi Boedi Oetomo lebih-lebih setelah Cipto Mangunkusumo dan Surjodipoetro keluar dari dewan pimpinan, arah tujuan semangkin konserfatif dan moderat. Sehingga dapat dikataka bahwa Boedi Oetomo adalah organisasai pegawai ngeri dan Priyayi menengah atau rendahan pada khususnya.

Sebagai golongan elite baru yang mengalami mobilitas vertikal lewat pendidikan dan profesi baru, maka perjuanagan kaum Boedi Oetomo berkisar pada peningkatan pendidikan yang merupakan kunci untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Maka dari itu wajarlah jika semula Boedi Oetomo dipandang oleh para Bupati sebagi ancaman terhadap posisi yang menekan, meskipun para Bupati terangan-terangan menentang Boedi Oetomo, namun tidak adanya dukungan moral terhadap Boedi Oetomo yang mengakibatkan lambatnya perkembangan organisasi ini.

Dengan ini jelas bahwa ideologi Boedi Oetomo merupakan legitimasi bagi unsur-unsurnya denagn kedudukan sebagai elite baru yang dalam masyarakat Jawa tampil sebagai priyayi terpelajar. Tipe elite baru inilah yang merupakan unsur sangat fungsional dalam masyarakat Indonesia yang sedang mengalami transisi dan yang secara struktural sangat ditentukan oleh kekuasaan kolonial.

Sesuai pekembangan Zaman Boedi Owtomo akhirnya juga terjun dalam kegiatan politik, hal ini terbukti ketika terjadi Perang dunia 1 pada tahun 1915, Boedi Oetomo turut memikirkan cara mempertahankan Indonesia dari serangan Boedi Oetomo mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk Indiandsche Militie (Milisi untuk Bumiputera) untuk mempertahankan Indonesia dari serangan yang dikemukakan dalam rapat umum di Bandung pada tanggal 5-6 Agustus di Bandung. Atas usulan Boedi Oetomo tersebut maka pada akhir Perang dunia 1 dibentuklah Volksraad. Ketika dibentuk Volksraad (Dewan Rakyat), wakil-wakil Budi Utomo duduk di dalamnya dalam jumlah yang cukup banyak.

Boedi Oetomo menunjuk salah satu anggotanya yaitu Dwijosoeyo untuk mewakili dalam delegasi yang dikirim ke Belanda pada bulan Januari 1817 untuk menghadap Ratu Wilhelmina sesudah Volksrad (Dewan Rakyat) terbentuk Bo membentuk fraksi yang bernama Radikale concentraci adanya Fraksi ini merupakan inisiatif dari Ir. Kramer slah seorang anggota ISDV. Pada tahun 1921 terjadi penuntutan kepada Volksraad yang bernama Inlandsche Meerderheid yang menginginkan penambahan golongan pribumi dalam anggota – anggota Volksraad sehingga aspirasinya terwakilkan.
Pada tahun 1923 di bulan April Boedi Oetomo mengadakan Kongres dalam agendanya terdapat perdebatan mengenai taktik pergerakan non cooperatie karena sebagian besar anggotanya terdiri dari pegawai baik pusat maupun daerah, sehingga sulit untuk mengatakan tidak pada pemerintahan kolonial. Walaupun para anggota Boedi Oetomo dalam perkembangannya mendapat banyak pengaruh dari kalangan intelektual muda seperti Dowes Dekker, Cipto Mangun Kusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Boedi Oetomo masih dianggap tidak membahayakan pemerintah kolonial Belanda. Hal itu diperkuat dengan kenyataan membawa para pengurus Bedi Oetomo dalam masa kemudian banyak terdiri dari priyayi – priyayi moderat biarpun pada awalnya Boedi Oetomo didominasi oleh kalangan pemuda yang lebih “berani” seperti Cipto, tapi taklama kemudian Ia keluar karena lambat perkembangannya. Dengan cara gerak yang demikian Boedi Oetomo terhindar dari sikap refresif pemerintahan Belanda, sehingga mereka dapat menggerakkan masyarakat Bumi putera kearah kemajuan untuk menghadapi kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1924 masyarakat Indonesia mulai bergolak. Banyak sarika-sarikat pekerja yang mogok menuntut perubahan nasib. Pemogokan yang paling hebat terjadi pada 1925 yang mana para pekerja perusahan kereta api melakukan pemogokan besar-besar yang di tanggapi oleh pemerintah Hindia Belanda dengan tindakan yang keras, yang mengakibatkan guncangan di dalam Boedi Oetomo.

Pada tahun 1926 diadakan kongres pada bulan april yang mengajukan usul mengenai sistem Non-Cooperatie dan setelah perundingan yang panjang diambil keputusan, Boedi Oetomo sebagai organisasi, sebagai perkumpulan, dan menetapkan sikap Non-Cooperatie pada pemerintah Hindia Belanda. Tetapi kompromi terletak dalam membebaskan para anggotanya untuk bertindak menyimpang dari itu yang artinya seorang anggota tidak melaksanakan anggotanya bersikap Non-Cooperatie yang berarti seorang anggota Boedi Oetomo yang duduk dalam dewan perwakilan mulai saat keputusan kongres itu tidak lagi di akui sebagai wakil dari Boedi Oetomo.

Pada tahun 1927 Boedi Oetomo meningkatkan lagi perannya dalam bidang politik, dengan masuk kedalam Pemufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Jadi jelas meskipun dalam statusnya Boedi Oetomo bukan organisasi politik tapi tidak dapat melepaskan diri dari bidang politik. Sikap Non-Cooperatie yang di ambil pada kongres 1926 dibicarakan lagi dalam kongres 1928 yang memutuskan menjadi perkumpulan yang bersikap Cooperatie. Pada tahun yang sama dibicarakan mengenai langkah penting mengenai Boedi Oetomo. Karena pada awalnya Boedi Oetomo di dirikan hanya untuk kalangan Jawa dan Madura saja, tetapi belum memiliki ciri persatuan Indonesia. Dan sejak saat itu dikalangan Boedi Oetomo timbul cita-cita mengenai persatuan Indonesia yang akhirnya dimasukan menjadi salah satu Tujuan dari Boedi Oetomo.
Dalam kongres 1931 Boedi Oetomo mengubah anggaran dasarnya untuk membuka pintu Organisasi bagi seluruh putera Indonesia dan tidak hanya terbatas masyarakat Jawa dan Madura. Hal tersebut menunjukan Evolusi Boedi Oetomo dari kedaerahan menjadi Nasional. Tahun 1935 setelah diadakan perundingan dengan organisasi-organisasi lain yang sejalan, maka dalam bulan Desember Boedi Oetomo berfusi dengan Persatuan Bangsa Indonesia, yang melahirkan Partai Indonesia Raya.
Pada masa kebangkitan nasional ini kita juga tidak lupa bahwa ideologi sosialis- komunis mulai berkembang. Para komunis itu berusaha masuk dan meingtervensi organisasi-organisasi yang ada, pihak komunis juga mempunyai partai sendiri yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI), banyak dari anggota organisasi lain yang merangkap jadi anggota PKI juga. Boedi Oetomo juga menghadapi politik agresif komunis yang antara lain telah berhasil memindahkan kedudukan Pengurus Besar dari Surakarta ke Semarang pada tahun 1925. Hal ini merupakan suatu siasat yang baik bagi PKI karena dengan demikian Boedi Oetomo ada di lingkungan yang penuh dengan semangat radikal. Sebelum itu dalam kongres di tempat yang sama pada 1919 PKI gagaluntuk menjalin kerjasama yang erat hubungannya dengan Boedi Oetomo. Hal sama terjadi juga pada tahun 1924, yang menarik ialah bahwa di kalangan generasi muda lebih kuat kecenderungan untuk mendekati kaum radikal.
Pada akhir dasawarsa kedua perkembangan politik mengalami intensifikasi dan ekstensifikasi, tidak hanya karena terjadi pengetatan politik kolonial tetapi juga karena ada peningkatan tuntutan politik serta meluasnya mobilisasi politik di kalangan rakyat. Sejak dilancarkannya gerakan Indie Weebar yang lalu disusul dengan persiapan pembentukan Dewan Rakyat, arena politik meluas sekali serta aktivitas politik menjadi sangat intensif. Spektrum politik benar-benar mencerminkan pluralisme dari masyarakat Indonesia. Golongan sosialis-komunis ada pada tempat radikal sedangkan Boedi Oetomo lebih bersikap moderat.

KIPRAH BOEDI OETOMO DALAM BIDANG POLITIK

Usaha-usaha budi utomo dalam bidang politik ditandai dengan usulan indiwebar atau pertahanan nasionmal akibat terjadinya perang besar di eropa (Perang Dunia 1). Situasi berubah karena pmuda pribumi yang berpendidikan barat yang semula diperhitungkan dalam pembentukan milisi ternyata menunjukan kemmpuan mereka dalam membahas memperbincangkan dan tawa-menawar kepentingan meeka. Selagi para residen dan buoati masih sibuk berfikir akan imbalan pada wajib milisi, peserta rapat-rapat yang dadakan oleh SI dan Budi utomo, menginginkan adanya suatu perwakilan rakyat sebagai imbalan dari wajib milisi tersebut atau bahkan dibentuk terlebih dahulu daripada milisi pribumi tersebut. Perwakilan rakyat menjadi masalah yang penting bagi budi utomo. Pemerintah kolonial tidak mengabaikan masalah perwakilan rakyat tersebut. Tahun 1915 ternyata merupakan tahunm sulit bagi pemerinth kolonial karena adanya kekhawatiran akan adanya serangan musuh ke hindia belanda oleh kekuatan ketiga, diskusi yang makin panas tentang pertahanan hindia, dan minat yang tiba-tiba timbul dikalangan pribumi tentang sistem pemerintahan yang palementer hal ini mencuptakan keresahan dikalangan pemerintahan hindia belanda, salah satu hasilnya adalah bahwa pejabat tinggi belanda kaum etisi dan realis semacamnya terus menerus mendatangai gubernur jendral Hinden burg mengenai persoalan perwakilan rakyat. Hal itu dilakuakn karena mereka memandang budi utomo selama hampir satu dasawarsa dalam peranan politik terabaikan. Mulai pada saat itu budi utomo diakui menjadi partai politik.
Kaum etisi khususnya memperbaharui dukungannya terhadap budiutomo. Mereka menyambut peranan yang dimainkan partai ini dalam mengugah minat kaum prlajar pribumi terhadap sisitem parlementer. Terbentuknya sebuah parlemeter di hindia dipandang layak oleh kaum etisi. Selama paratai moderat seperti budi utomo ini menguasai badan tersebut.
Pada tanggal 31 agustus 1916 wakil-wakil organisasi pribumi mengusulkan adanya pngiriman delegasi ke belanda dengan maksud menentukan tuntutan komite pada ratu belanda tentang pembentukan milisi dan parlemen. Delegasi yang dipilih untuk menjalankan tugas ini terdidri atas pangeran Aario Koesoemodiningrat ( perhimpunanan daerah kerajaan ), Raden Tumenggung Rt. Danoesoegondo (dari erhimpunan bupati) , M. Ng. Dwidjosoedjo (dari Budi utomo) dan abdoel moes (CSI). D. Van hinloopen labberton (direktur perhimpunan teosofi sebagai kepala delegasi dan pensiunan guberbur jendral hidenburg yang membentu delegasi dibelanda.
Tujuan pokok delegasi memang untuk menajukan petisi agar dewan kolonial didirikan. Dimata pnduduka pribumi prencanaan milisi memiliki arti penting terutama mengenai masalah inilah mereka “telah diajak berbicara tentang persoalan penting itu”.
Sejak itu masalah pengakuan “hak-hak politik” menjadi tema terpenting kibat diberlakukannya politik etis. Selama dibelanda utusan dari hindia yaitu Dwidjosoedjo banyak melakuka kegiatan idato mengenai milisi parlemen, menurut beliau adanya sebuah perwakilan rakyat yang berkekuasaan legislatif merupakan tuntutan mendesak saat itu dan bahwa pertahan hindia dan bahwa petahan hindia tidak dapat dibayangkan tanpa artisipasi milisi pribumi. Dan bahwa usauha memperkuat militer di hindia harus sejalan dengan pembangunan penduduk pribmi dibidang perekonomian kepandaian dan politik. Ia juga mngunakan setiap mimbar untuk menjelaskan maksud dan tujuan budi utomo.

Pada 19 desember 1916 terbentuklah volskrad atau dewan rakyat, vollksrad terdiri atas :
1.ketua dianggkat oleh ratu belanda
2.19 anggota dipilih oleh anggota dewan daerah dan dewan kota, 10 orang pribumi 9 orang eropa.
3.19 dewan anggota juga dipilih oleh gubernur jendral atas nasehat dewan hindia belanda . dari 19 orang tersebut 5 orang pribumi 14 eropa.

Dengan demikian parlemen baru ini terdiri atas 38 anggota dan satu ketua.
Badan berwenang membahas anggaran hindia belanda tetapi tidak memiliki kekuasaan legislatif atau eksekutif yang menentukan.

Mendengar jaminan mentri bahwa “ Volksraad merupakan benih daripadanya parlemen hindia akan tumbh”, adalah dorongan semangat bukan saja bagi budi utomo tetapi juga bagi hindia seluruhnya. Walau belum bisa dipastikan apakah pernyatan menteri tersebut terdiri atas dasar kehendak pikirannya sendiri ataukah atas dasar pendirian yang agak resmi, Dwijoswodjo patut dipuji untuk peranannya dalam menghangatkan diskusi-diskusi itu.

Pendapat udi utomo bahwasanya tugas telah ditunaikan dengan berhasil merupakan hal yang sangat mearik dalam pertentangannya dengan pendirian CSI tidak seperti Dwijoswodjo, yang mewakili pendirian umum di budi utomo, abdoel moees tidak mencerminkan arus ikiran dalam CSI kelompk kiri yang berusat di semarang sudah selalu menentang pemikiran CSI mengenai pertahan hindia. Oleh karena itu dipilihnya abdoel moes sebagai wakil CSI hanya mengakibatkan semakin parahnya pertentangan antara elemen kanan dan kiri di dalam partai. Akibatnya CSI tidak berhasil mengambil sikap bersama mengenai tujuan perutusan yang mana pun, termasuk juga dalam hal Volksraad.

Selama tiga tahun antara rapat Budi Utomo di Semarang taggal 3 September 1914, ketika masalh pertahanan hindia mulai diperdebatkan untuk pertama kali sampai dengan Bulan Agustus 1917 terliat perubahan radikal dalam pendirian Budi Utomo mengenai masalh politik. Pada hakikatnya tidaklah mungkin menilai peranan seseorang tokoh siapapun dia sehingga mengakibatkan terkadinya perubahan politik. Namun demikian secarapasti dapat dikemukakan, bahwa pengaruh Dwidjosewojo jauh lebih besar dibanding dengan tokoh-tokoh lain di Budi Utomo. Oposisi yang tidak terduga ini mungkin bisa menjadi dasar bagi keluwesan dan kebijaksanaan Dwidjosewojo, sehingga pandai menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya dan membawanya lebih menitikberatkan pada masalah parlementer ketimbang masalah sistem milisi.
Disemangati oleh perasaan bahwa pengaruh Budi Utomo telah bertambah kuat, Badan Pengurus mengalihkan perhatiannya pada pemilihan anggota Volksraad yang bakal datang. Dengan harapan diperbesarnya perwakilan itu, Pengurus memulai kegiatan untuk meningkatkan jumlah anggota oranisasi pada kongres tahunan yang dimulai yang akan diadakan di Btavia tanggal 5 dan 6 Juli 1917. Utusan dari 39 dari 53 cabang, demikian juga banyak para bangsawan hadir pada kongres ini. Yang terjadi selanjutnya dalam kongres terseut adalah masalah kenetralan kepada semua agama karena menurut Mohammad Tahir, Budi Utomo juga harus mencari simpati an massa guna bersaing dengan Sarekat Islam dan juga karena Mayoritas masyarakat Hindia beragama Islam. Tetapi banyak juga yang berpendapat bahwa sebaiknya Budi Utomo tetap netral terhadap agama karena akan bisa kehilangan suara dari kelomok agama lain. Menurut Radjiman Kebudayaan Jawa bukanlah Kebudayaan Islam, Agama Hindu-Budha telah mengilhami bangsa Jawa menciptakan monumen-monumen yang megah, tata cara dan adat kebiasaan yang dilakukan pada saat kelahiran perkawinan dan lain-lain urusan kekeluargaan semuanya berasal dari Agama Budha oleh karena itu Radjiman sangat menentang mengenai sikap perubahan terhadap agama
Pada hakikatnya tidaklah mungkin menilai peranan seorang tokoh siapapun dia sehingga mngakibatkan trjadinya perubahan dalam politik itu. Namun demikian secara pasti pasti bisa dikemukakan, bahw pengruh Dwijoswodjoj auh lebih besar dibanding dengan tokoh-tokoh penting lain dalam budi utomo. Pada perjalanan propagandanya kebelahan timur pulau jawa saat itu, ia past sudah menangkap keengganan terhadap wjib milisi, dalam berbagai bentuknya yang lazim di wilayah cabang-canagnya di jawa. Oposisi yang tidak terduga ini mungkin bisa menjadi dasar bagi keluwesan dan kebijaksanaan Dwijoswodjo, sehingga pandai menyusahkan diri dengan keadaan yang dihadapinya, dan membawanya lebih menitikberatkan pada masalah parmenter ketimbang masalah sistem milisi.

Sekembalinya dari belnda Dwijoswodjo membicarakan masalah milisi pribumi pada rapat budi utomo di Yogyakarata pada tangga 13 Oktober 1917. Walaupun ia berbicara dengan bahasa melayu untuk mempertegas apa yang dimaksudkannya dengan kekuatan, yang ia gunakan bahasa belanda yaitu macht. Pidatonya merpakangambaran yang jelas ketimbang yang laiinya tentang peresran minat budi utomo dari penddiakn dan kebudayaan ke politik. Walaupun tema ini buklanlahn hal yang baru karena pada kingres pertama budi utomo sepeuluh tahun lalu mengenai tentang perjuasngan untuk hidup n keseimbangan antara timur dengan barat. Tetapi sebagi pelopor peubahan Dwijoswodjo menempatkan didri sebgai orang yang berpengartuh didalam Budi Utomo dimasa yang akan datang.

Disemangati oleh perasaan bahwa pengaruh budi utomo bertambah kuat badan pengurus mengalihkan perhatianya pada pemilihan anggota volksraad yang akan datang. Dengan harapan diperbesarnya perwakilan itu pengurus meulai kegiatan untuk meningktkan jumlah anggota organisasi pada kongres tahunan yang akan diadakan di batavia tanggal 5 dan 6 juli 1917. Utusan dari 39 diantara 53 cabang, demikian juga banyak para bangsawan hadir oada kongres tersebut. Kongres ini membicarakan kegagalan budi uto o dalam mencari masa karena bersifat netral terhadap agama. Sehingga dicvari cara untuk dapat mencari masa dari kalangan umat islam, seperti mengirimi bantuan kepada mesjid-mesjid dan pesantren-pesantren.

Pemilihan Volksraad
Sebelum delegasi pertahanan Hindia kembali dari negeri belanda, berita pengesahan undang-undang didirikannya Volksraad oleh Staten Generaal telah sampai di Hindia . kabar bahwa dalam parlemen tiu aan terdapat 15anggota pribumi, 10 dipilh dan 5 diangkat dari 38 anggota seluruhnya, langsun menarik perhatian penduduk pribumi. Budi Utomo segera mengambil prakarsa membentuk komite nasional, yang beranggotakan pimpinan berbagai organisasi pribumi terkemuka, dengan maksud membahas masalah volkraad dan mempersiapkan diri untuk pemilihannya pada masa datang. Organisasi yang ikut dalam komite nasional tersebut antara lain Budi Utomo dengan dua utusan, empat organisasi daerah kerajaan dengan enam utusan, perhimpunan bupati mengirim dua orang, C.S.I. seorang, dan dari Perserikatan Guru-guru Hindia Belanda sebanyak dua orang utusan.
Sidang pertama komitenasional diadakan tanggal 31 Maret 1917 di Batavia, bisa dibilang dalam komite ini Budi Utomo memiliki pengaruh yang kuat. Menghadapi pemilihan Volksraad yang akan datang bangsa Belanda di Hindia juga serentak mulai membentuk partai-partai politik. Kelompok kepentingan yang lebih konservatif di kalangan pejabat belanda di dalam pemerintahan diwakili oleh organisasi pegawai pemerintahan dalam negeri yang terbentuk pada 1911. Golongan etisi, baik yang didalam maupun di luar kalangan pejabat Belanda, membentuk Nederlandsh-Indische Vrijzinnige Bond atau Perhimpunan Liberal Hindia Belanda ada tahun 1916. Partai ini diorganisasi secara longgar menjadi suatu perhimpunan, dengan terbuka bagi beberapa lapisan penduduk bumi.
Mengenai pembentukan Volksraad ini Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum juga mendukung karena beliau adalah orang yang berpikiran liberal ingin agar Volksraad benar-benar mencerminkan sebanyak-banyaknya unsur yang hidup di Hindia. Pertama-tama menurut hematnya, tidak perlu golongan priyayi tinggi diberi wakil terlalu banyak, oleh karena pengaruh mereka yang sangat kuat di kalangan masyarakat kolonial. Kedua, Jawa hendaknya tidak terlalu banyak diwakili, sehingga mengorbankan daerah-daerah lain. Dan ketiga, ia sangat mengharapkan agar golongan muda Jawa dan elemen-elemen maju mendapat tempat sebaik-baiknya.
Semangat yang mendorong Budi Utomo menjadi sibuk dalam soal pemilihan ini, bagaimanapun,tidaklah berarti memandang Volksraad tanpa kritik. Sastrowidjono, tokoh yang dianggap mengerti benar tentang sifa-sifat badan penasehat baru ini, menyatakan penyesalannya yang mendalam oleh karena badan penasehat baru ini tidak diberi hak bertanya. Oleh karena kaum terpelajar Jawa menyadari, hingga mana pembatasan-pembatasan yang dikenakan terhadap parlemen yang mereka impikan itu, maka kekecewaan terhadap Volksraad pun semakin tumbuh. Namun begitu, Budi Utomo tetap yakin akan hari depan lembaga baru ini, Budi Utomo berharap agar Volksraad berkembang menjadi parlemen sepenuhnya. Walaupun sekarang ini Budi Utomo memandang diri sendiri sebagai partai politik, orientasi dasar organisasi dalam pendidikan dan kebudayaan tidak banyak berubah. Jelas Budi Utomo sedang berusaha mempersiapkan diri untuk Volksraad yang akan datang, tetapi oleh karenamasih belum pandai di dalam kegiatan politik, dan progam yang ketiadaan mimbar kongkret dan praktis sebagaimana yang lazim pada progam partai di negeri-negeri barat. Kendati begitu progam di atas menunjukkan usaha Budi utomo di dalam menempatkan dirinya di tengah-tengah spektrum organisasi politik di Hindia.
Kedudukan memimpin Budi Utomo di dalam komite nasional akhirnya mengecewakan anggota-anggota organisasi peserta komite lainnya. Organisasi lain mendesak bahwa komite nasional harus memperluas lingkup kedaerahannya ke luar Jawa sampai ke seluruh Hindia, jika komite benar-benar ingin memilih calon-calon terbaik untuk Volksraad. Kendati adanya keluh-kesah demikian, Budi Utomo tidak mau melonggarkan kekuasaannya atas komite nasional sampai pada saat komite kehilangan dayanya tidak lama kemudian.

0 komentar

Post a Comment

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..