Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

MARITIME TRADE AND STATE DEVELOPMENT IN EARLY SOUTHEAST ASIA


Perdagangan dan Keahlian Berpolitik di Awal Abad Asia Tenggara
Perdagangan internasional di Asia Tenggara merupakan bentuk interaksi antara orang-orang di Asia Tenggara dengan kebudayaan asing, sebagai akibat dari letak kepulauan Asia Tenggara di sekitar jalur utama perlayaran pada masa lampau (kuno) yang menghubungkan wilayah timur dan barat.
Kembalinya pemusatan jalur utama perdagangan di wilayah timur dan barat selama awal abad era Kristen, kondisi dalam negeri yang terisolasi antara negara-negara Asia Tenggara berubah menjadi peningkatan hubungan eksternal untuk kebutuhan negara dalam bentuk pertukaran yang semakin berkembang berkat penyaranan organisasi milik negara-negara Asia Tenggara.
Awal tipe pertukaran dapat menyebabkan pemburu dan pengkonsumsi di pegunungan mengubah barang dagangan dan jasa mereka dengan pengolahan dataran rendah (sawah), tipe lain dari jaringan pertukaran ini dapat di karakteristik kan oleh perdagangan antara orang-orang di pedalaman dan orang-orang disekitar pantai. Jenis ketiga, yaitu pedagang asing yang membangun tempat di tepi pantai untuk mengambil produk lokal didaerah pesisir.
Kebudayaan dan kelanjutan yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat dan pemerintahan terkonsentrasi dari semua populasi di sekitar delta pada hulu sungai. Populasi tersebut memerlukan suatu sistem politik negara kepulauan yang mengatur seluruh sstem sungai dan mengontrol hulu sungai yang mempengaruhi pergerakan naik dan turunnya sistem pengaliran. Contohnya Kerajaan Pagan di sungai Irrawadi di dataran Burma, Kerajaan Angkor dekat Tonle Sap di Kamboja, dan Kerajaan Vietnamese di Red River di Vietnam.
Dengan demikian Suatu Kerajaan juga bergantung pada pendapatan yang diperoleh dari padi yang biasanya juga dibatasi dalam potensial pengembangannya. Beras pilihan biasanya dari Pulau Jawa dan daratan Angkor. Sejak itu pendapatan yang diperoleh dari daratan, sebagai sumber utama kemampuan dalam kedaulatan politis kerajaan yang menyediakan calon penguasa sebagai simbolis untuk membangun persekutuan jaringan perdagangan internasioanal.

Perkembangan Perdagangan Melalui Laut Di Asia
Perdagangan internasional yang melalui laut di Asia berkembang secara bertahap. Perdagangan tersebut mulai maju melalui rute Timur Tengah di wilayah India, yang muncul sesudah Roma mengadakan Pax Romana pada abad pertama tahun Masehi dan sejalan dengan percampuran pengetahuan dari pelaut Yunani dan Romawi Timur dalam penggunaan angin musim untuk pelayaran.
Ketika orang-orang barat sampai ke India pada abad pertama, pelaut dan pedagang-pedagang India dan Arab secara teratur melakukan pelayaran dari pantai Timur India atau SriLangka ke pelabuhan-pelabuhan di Asia Tenggara dan pada saat itu mereka juga memberi jalan ke pasar-pasar China yang kaya.
Kerajaan Funan yang terletak pada pantai Vietnam bagian bawah telah menguasai perdagangan sampai abad kelima. Dari pelabuhan Funan barang-barang dagang diangkut ke pelabuhan-pelabuhan di selatan China. Sesudah Kerajaan Funan berakhir, hubungan laut diperluas sampai India & Sri Langka ke Sumatera dan pusat-pusat perdagangan lainnya di sebelah barat Laut Jawa. Dimana hal tersebut adalah tujuan dari perdagangan internasional di Asia Tenggara.
Pada akhir abad ke-4 dan permulaan abad ke-5 perkembangan perdagangan internasional sudah melalui rute laut dari selat Malaka dan Laut China Selatan. Sejak abad ke-5 hubungan dagang sudah timbal balik dari Timur dan Barat. Sebagai akibatnya selama 5 abad pertama Masehi perdagangan internasional di Asia Tenggara menjadi lebih terarah, teratur, dan maju sedangkan hubungan dagang serta pemasaran produk-produk baru sudah mulai diperluas. Perluasan perdagangan tersebut telah mendorong perubahan yang nyata dalam organisasi ekonomi dan politik di Asia Tenggara.
Peranan dari pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara dalam perdagangan internasional adalah berperan sebagai daerah persinggahan perdagangan bagi pelaut dan pedagang, tempat penyimpanan barang, tempat pemasaran, serta tempat pertukaran barang Timur dan Barat. Oleh sebab itu perdagangan internasional bertindak sebagai pendorong dalam pembentukan negara di daerah itu.

Struktur Perdagangan Di Bagian Asia Tenggara Lama
Ada dua bentuk yang digunakan untuk menjelaskan jalan perdagangan eksternal yang berhubungan dengan format internal yang mengembangkan pertukaran, bentuk pertama yang digunakan adalah sistem politik Riverine, dimana di hulu menukar jaringan dengan perdagangan luar negeri pada pantai melalui agen para penguasa di muara sungai yang membagi hasil dengan daerah pedalaman. Bentuk kedua, perdagangan dilakukan di sungai bagian tenggara Benua Asia dan Pulau Jawa dengan menghubungkan para pedagang asing yang serupa di negara-negara Riverine. Potensi yang dimiliki pribumi antara lain menyediakan beras, lada, dan produk lain pada para pelaut asing.
Jaringan pertukaran beras merupakan suatu diagram pertukaran yang di sentralisasi dari politik Riverine dibagian Asia Tenggara, dimana suatu sistem perdagangan ekonomi yang menjadi “pusat” adalah dasar pantai yang terletak pada suatu muara sungai. Urutan ketiga (sekunder), terletak pada hulu sungai. Sistem pemasaran Riverine ini terintegrasi oleh paksaan yang praktis atau secara langsung diatur atau dijajah oleh “pusat”. Suatu kesetiaan tentang sistem pemasarannya dengan memeras atau upeti untuk memilih atau mengkonfirmasikan kepemimpinan lokal.
Modern sistem Riverine ini berlaku bagi Kerajaan Sriwijaya. Pada awalnya pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang daerah di Sumatera Selatan, dengan beberapa sistem sungai di pantai, dengan posisi yang strategis itu para penguasa di Sriwijaya mendominasi perdagangan di hulu dan di pelabuhannya. Palembang juga memiliki pengaruh pada daerah pedalaman, terutama sumpah kesetiaan yang telah diatur pada para bawahan, yaitu kerajaan-kerajaan subordinat; pembagian kekayaan dari perbendaharaan kerajaan, persekutuan dengan kepala suku lokal (datuk), bahkan tugas dari pangeran kerajaan yang memposisikan kepemimpinan di daerah pedalaman itu.
Jaringan pemasaran Sriwijaya didasarkan pada persekutuan dan pembagian kekayaan yang diperoleh dari perdagangan luar negeri. Musuh alami Palembang adalah Jambi, dimana inti persaingannya adalah dominasi sungai Batang Hari. Sebagai konsekuensi Sriwijaya mengekspedisi dalam penaklukkan di Jambi untuk pertama kalinya. Dengan kemenangan Sriwijaya atas Jambi, Sriwijaya mendapatkan daerah di muara sungai dan yang lainnya.
Model sistem Riverine menyiratkan bahwa sistem tersebut secara alami tidak tetap, Sriwijaya sebagai kesatuan politis telah menandai suatu pusat pergeseran. Pergeseran itu ditandai dengan pindahnya ibukota Sriwijaya, yang pada awalnya di tepi sungai Musi tetapi di abad ke-11 telah berada di Jambi yang mungkin dipusatkan di sekitar selat Malaka

Indianisasi Di Funan,Wilayah Pertama Asia Tenggara
Menurut asalnya yang diambil dari orang China, Negeri Funan seperti pada abad pertama masehi asalnya mengingatkan pada sebuah legenda setempat. Di abad ini ada seorang pemimpin wanita yang menyerang kapal pedagang, yang penumpangnya berhasil menangkis serangan dan mendarat. Satu diantara mereka ada seorang dari sebuah negeri “di laut luar”, orang ini meminum air di darat yang kemudian menikah dengan bangsa setempat, dan ia menjadi raja didaerah itu. Dan pada saat mereka menikah dibuatlah Funan dari beberapa penyelesaian meliputi sungai Mekong, masing-masing dibawah perintah setempat. Raja pertama Funan dan isterinya tidak hanya memerintah dengan adil tetapi juga menunjuk anak laki-lakinya yang baik untuk memerintah lebih dari 7 pusat kegiatan penduduk, sisa daerah asalnya tetap mereka pertahankan dibawah kekuasaan sendiri. Legenda ini di ulangi sebagai cerita rakyat di India dan di Asia Tenggara. Namun, penulis sejarah tak mempunyai bukti, bagaimana pun juga cerita ini sudah menjadi persetujuan interpretasi.
Pokok dari perjalanan orang-orang India ke Asia Tengggara adalah memimpin penuh transformasi kebudayaan yang dibawa secara eksterm. Mengenai angka perluasan Asia Tenggara tidak hanya melalui perpindahan atau migrasi tetapi juga koloni Funan dan pusat-pusat penduduk lainnya di Asia Tenggara. Pengambilan analisis untuk mengembangkan politik Funan adalah bahwa aktifitas pengusaha dalam perdagangan dan kebudayaan yang bermacam-macam didorong oleh pemimpin local untuk mengadopsi pola India untuk tujuan mereka sendiri.
Dengan begitu dongeng asal Funan adalah dokumen dari suatu perkawinan yang nyata antara seorang putri yang asli dan seorang pelancong asing. Sebagai tanda ”Indianisasi” dari Funan, lebih menandakan legenda perkawinan dari interest dari Funan sebagai bagian Asia Tenggara yang utama sebagai pusat perdagangan, pelabuhan yang melayani internasional mengirimkan dan mencerminkan ke perubahan yang nyata dari Funan.

Kenaikan dari Funan sebagai “Status”
Derajat tingkat Funan di dunia merupakan perbandingan dari sisa arkeologis yang menyediakan suatu bentuk pengembangan budaya di Thailand sebagai jaringan yang menghubungkan Funan sebagi pusat populasi yang dikelilingi parit dan benteng, dipertimbangkan untuk pertanian irigasi dan komunikasi dalam Funan di dunia. Funan memiliki keunggulan komersil antara lain: keramik, permata, emas, pedagang segel, dan timah. Seni India atau orang India yang religius sebagai satu arsitektur yang ditemukan di Funan pusat.
Pemerintahan Funan diberikan kepada suatu pembesar, Shih-Man adalah Raja Funan yang dipilih untuk menggantikan Hun-p’An-Huang, yang didasarkan pada kesuksesan masa lampaunya sebagai pemimpin dan posisinya sebagai kepala atau pasukan pengaman yang cukup besar. Shih-Man memperkuat Funan dengan mengekspedisi Mekong Delta, Wilayah paviliun utara sampai ke mulut dari Tonle-Getah, kemudian menaklukkna Cham Domaion selatan sampai delta yang utara. Shih-Man kemudian mengambil ekspedisi kelautan melawan Malay atau Melayu, dengan demikian penempatan Funan di atas alur perdagangan bagian Asia Tenggara. Raja yang memerintah berikutnya adalah Tun-Shun yang menaklukkan Tong-King delta sungai yang merah dari Vietnam, India barat dan Persia, kedua sisi Semenanjung Melayu, teluk Siam, dan teluk Thailand.
Setelah mati dibunuh pengganti Tun-Shun adalah Ch’An yang melakukan kontak hubungan diplomatic antara Funan, India, dan negeri China. Ch’An ke India untuk mengumpulkan informasi dan memohon perdagangan. Berlayar dari Takuapa ke mulut sungai Gangga dengan diam-diam dan meluncur ke teluk Benggala. Ia menempuh perjalanan sekitar 7,000 Li (2,333mil) sampai bertemu dengan pangeran dari Kushana. Ch’An kemudian berangkat menuju kedutaan pejabat di negeri China. Sepeninggalnya Ch’An, Funan digantikan oleh Hsun, namun kepemimpinannya dan tenaga kerja yang dimiliki kurang cakap, sehingga dapat menyebabkan keruntuhan kerajaan Funan.

Perdagangan dan Keahlian Berpolitik Kerajaan Sriwijaya Masa Lampau
Perdagangan internasional digeser sampai selat Malaka dan Funan kehilangan posisi strategisnya, sejumlah pusat dagang baru muncul di pantai Sumatera bagian Tenggara. Kemunduran kerajaan Funan menimbulkan hubungan bilateral yang baru di Asia Tenggara, perdagangan di Asia Tenggara merespon perubahan pasar internasioanl, terutama China. Ketika China tertarik untuk mencoba pelabuhan baru sebagai pusat dagang munculah kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya mendominisai perdagangan bahari di Asia Tenggara antara 670 M dan 1025 M. Kerajaan Sriwijaya dapat mengkontrol laut didaerah selat, menurunkan perampokkan dan persaingan, mendirikan suatu warga Negara di dunia yang dipusatkan di pantai bagian Tenggara pulau Sumatera dan menarik dukungan dan lindungan dari China.
Ada dua sumber yang utama untuk mempelajari keahlian politik kerajaan Sriwijaya. Pertama adalah berita dari Arab tentang pembagian emas dari Palembang. Sumber kedua, adalah dari prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Sriwijaya, paling banyak pada abad ke- 7. Prasasti Kedudukan Bukit (683 M), Prasasti Talang Tua (684 M), dan Prasasti Telaga Batu (686 M).
Awalnya keahlian berpolitik Sriwijaya yang merupakan refleksi munculnya kebudayaan Melayu, walaupun itu tidak sampai pertengahan abad tujuh, catatan merekam kerajaan Sriwijaya, yang pada saat itu kultur ini menghasilkan suatu kebudayaan kerajaan klasik di Asia bagian tenggara.

Kerajaan Sriwijaya Sebagai Pemimpin Tradisional.
Untuk pendekatan kepada para pemimpin Kerajaan Sriwijaya sebagai produk kebudayaannya sendiri, dan sebagai datu Malaya atau Kepala Suku maka pemimpin Kerajaan Sriwijaya yang berkedudukan sebagai orang penting harus mampu untuk membentuk suatu persekutuan dengan pemimipin daerah lain di Sumatera, yang mengerjakan fungsinya sebagai hakim, mengumpulkan pendapatan, menerima jasa dari bawahannya.
Pengaruh ajaran Budha menyebabkan tercampurnya budaya kuno di Sumatera. Sebuah pemujaan dari kematian kepala suku menggunakan upacara-upacara keagamaan pada agama Budha. Prasasti memberikan kesaksian tentang kerajaan Sriwijaya yang menyatukan kebudayaan asli (pribumi) dengan system kekuasaan yang baru dibawa dari India dengan sumber ajaran Budha. Didalam prasasti Kedukan Bukit sangat jelas terlihat penguasa Sriwijaya memperkuat Negara dengan ekspedisi di pusat sungai Melayu. Prasasti Telaga Batu menjelaskan tentang seorang raja Sriwijaya yang menjalankan upacara adat dengan mengambil sumpah. Pengangkatan sumpah menandakan kesetiaan kepada Raja dan Negara Sriwijaya. Jika tidak setia pada sumpah akan dibunuh oleh kutukan dari sumpah tersebut. Suatu catatan Sriwijaya adalah Raja bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat.
Sriwijaya memeluk agama Budha dan memaksakan suatu system religius yang diharapkan bisa menekan daerah yang dikuasainya yaitu agama Budha yang dijadikan sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk membuat daerah pedalaman yang dikuasainya tunduk dan kagum.

Warisan Kerajaan Sriwijaya
Keberhasilan Sriwijaya sebagai fasilitator dalam pertukaran menjadikan kerajaan Sriwijaya didalam pendistribusi hasil-hasil perdagangan. Menjadi suatu Negara yang eksist. Kemampuan lain yang dimiliki oleh Sriwijaya untuk mengorganisasikan perdagangan di wilayah Asia Tenggara, adalah barang-barang produksi yang berasal dari pulau Jawa merupakan barang produksi yang memiliki nilai yang bagus didalam perputaran perdagangan.
Warisan lain adalah transaksi perdagangan dan strategi politik diantara wakil-wakil pemimpin dari bermacam-macam orang yang menjadi jaringan, yang dibuat oleh penguasa Sriwijaya yang menjadi jaminan kemakmuran dan keharmonisan hubungan ekonomi dan social kerajaan Sriwijaya. Warisan yang terakhir adalah kerajaan Sriwijaya dapat mengembangkan“Perjanjian”persahabatan dengan kelompok-kelompok yang berbeda yang dapat memberi hak milik tiap-tiap kelompok.

Era Syailendra Dalam Sejarah Jawa
Pantai arah selatan Sumatera dan arah utara Jawa mempunyai satu bentuk perdagangan dan kesatuan budaya yang sama. Beberapa ahli sejarah sudah membenarkan mengenai pusat kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya pun mendapat pengaruh dari Dinasti Syailendra yang mulai menunjukkan kekuasaannya pada pertengahan abad ke- 8 dan abad ke-9, dengan mengenalkan istilah India “Maharaja” untuk sebutan bagi pemimpin yang berkuasa. Maksudnya, mereka ingin berbeda dari orang kebanyakan. Adapun pusat kerajaan meneraka terletak di Mataram, Jawa Tengah. Konsep kenegaraan yang mereka anut adalah kekuasaan politik tunggal di tangan raja.
Para ahli mengarahkan perdebatannya terhadap pencarian mengenai pemerintahan di Jawa yang berkuasa atas pengaruhnya terhadap budaya Sriwijaya, semua komponen politik yang bekerja sebagai bawahan Sriwijaya, perkawinan yang terjadi di Sriwijaya segaris dengan mereka dan dasar dalam pengangkatan raja yang terjadi di Sriwijaya dan jawa. Garis keturunan dari Syailendra yang beraneka ragam dari waktu ke waktu yang sampai dengan abad ke-11. Bukti tertulis paling awal dengan ditemukannya bukti–bukti yang terpisah dari Yavadiva dan Jawadiva. Data mengenai pemerintahan di Jawa Barat di mulai dari cerita tentang berziarahnya Gunawarman ke India Utara yang dapat di lihat dari adanya catatan kerajaan Ho - Ling yang telah ada sebelumnya dalam masyarakat sekitar.

Kuil Sebagai Pusat Ekonomi Pada Awal-Awal Perkembangan Kamboja
Kerajaan Khmer yang muncul dan berasal dari pimpinan diktator Kamboja, mencapai puncaknya dari abad 9 hingga 13. Dalam perkembangan tsb, Kuil Khmer menjadi alat kekuasaan dari pemimpin lokal. Di tingkat desa, kuil menjadi alat legitimasi para tuan tanah & elit politik desa. Di tingkat yang lebih tinggi, kuil menjadi alat mobilisasi hasil tani untuk kepentingan penguasa.
Di awal perkembangan Kamboja, kuil adalah tempat perkembangan agama Hindu, dan Dewa Siwa adalah yang paling dihormati. Untuk menghormatinya, para elit politik Kamboja mengorganisasi sumberdaya ekonomi untuk melakukan bermacam-macam upacara

Perkembangan Perdagangan Abad Ke-11 Di Angkor Dan Champa
Sistem pemerintahan yang hanya mengandalkan pendapatan dari sektor pertanian akan terhambat perkembangannya. Akan tetapi, sistem politik Riverine juga sama tidak efektifnya tanpa pengawasan yang kuat dari pusat kekuasaan.
Pada abad 11, Kerajaan Champa berada di atas puncak kekuasaannya. Namun, sikap Champa yang tidak melakukan pengawasan terhadap pusat-pusat perdagangan mereka di kawasan pantai menyebabkan partisipasi mereka di perdagangan internasional menurun. Hal sebaliknya terjadi di Angkor. Sebagai kerajaan yang mengembangkan sistem Land Wet Rice (Persawahan Padi), Angkor mengembangkan kebijakan-kebijakan yang dapat menguatkan posisi mereka di perdagangan mancanegara. Antara lain pembangunan irigasi di ibukota Angkor serta tanggul penahan banjir di Tonle Sap. Selain itu, penguasa juga membagikan tanah kerajaan kepada rakyat untuk memperluas area penanaman padi

Peralihan Dalam Dunia Perdagangan Dan Politik Di Asia Tenggara Abad 1000-1400 Masehi
Pada abad ke-9 kerajaan Tang mengalami kehancuran dan China terbagi menjadi beberapa wilayah tetapi perdagangan internasional tidak mengalami gangguan sedikitpun, hal itu disebabkan oleh kerja keras yang dilakukan oleh rezim di daerah selatan yaitu Han dan Min yang bertempat di Kanton dan Fu-Chou yang tetap menjaga hubungan baik dengan wilayah yang lain.
Pada abad ke-10 terjadi pertentangan politik di sepanjang rute Laut di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara yang terutama disebabkan oleh meningkatnya kekuatan armada Laut di wilayah timur Jawa dan wilayah Tamil yang terletak di pesisir timur India. Hal tersebut semakin menjadi, ketika terjadinya serangan besar-besaran dalam penyatuan kembali China dibawah Dinasti Sung yang juga berusaha untuk membuka kembali jalur ke wilayah Laut Tengggara yang dianggap mengganggu ke wilayah lainnya.
Pada abad ke-11 Kerajaan Burma mendominasi wilayah Takuapa dan menjadi titik fokus perdagangan di wilayah tersebut. Para pedagang India Selatan yang pada awalnya aktif bertransaksi di Takuapa memindahkan kegiatan mereka ke daerah selatan yaitu Kedah atau ke daerah pesisir utara yang merupakan wilayah pusat perdagangan Burma. Sementara itu Sriwijaya semakin mendominasi perdagangan internasioanl di sepanjang selat Malaka. Pelabuhan-pelabuhan yang ada di wilayah Jawa dan Sumatera Utara menjadi rute internasional yang menghubungkan wilayah selatan dan barat.
Pada abad ke-12 Semenanjung Malaya menjadi pusat untuk melakukan berbagai hubungan baik politik maupun perdagangan antara Sri Langka, Burma, dan Khmer. Tetapi letak wilayah yang lebih condong ke daratan utama membuat Semenanjung Malaya menjauh dari pola kekuatan politik dan perdagangan dunia. Selain itu para pedagang di Semenanjung Malaya lebih memilih untuk melakukan transaksi dengan para pedagang di wilayah penghasil beras seperti Pagan dan Angkor.
Selain itu rempah-rempah yang berasal dari wilayah Asia Tenggara menjadi terkenal di wilayah Eropa. Jawa telah berhasil menjadi penengah di dalam perdagangan rempah-rempah internasional karena berhasil menjadi perantara perdagangan baik dengan wilayah penghasil rempah-rempah di wilayah timur maupun barat. Peran serta pesisir di wilayah tenggara Sumatera dalam sistem perdagangan menjadi semakin tidak penting walaupun cukup berperan dalam pembuatan kelompok pusat penjualan lada di sepanjang pesisir utara Sumatera yang melampaui wilayah perdagangan di Jawa.
Kerajaan Samudera Pasai terkenal dengan system yang menghubungkan sungai-sungai dengan pelabuhan untuk mempermudah jalur pengiriman barang dagang. Transaksi impor maupun ekspor yang dilakukan oleh Samudera Pasai juga mencakup barang tambang seperti emas, timah, dan perak sebagai komoditi penting dalam pertukaran.
Pada abad ke-13 perkembangan yang terjadi lebih condong kearah jalur perdagangan laut dan perkembangan dari wilayah perdagangan itu sendiri. Stabilitas perdagangan tergantung pada perkembangan yang terjadi di wilayah-wilayah yang terdapat di pesisir pantai. Sedangkan pengunaan jalur laut yang menghubungkan timur dan barat melalui Asia Tenggara menjadi pilihan sebagian besar pedagang. Hal itu di sebabkan oleh adanya kekacauan yang terjadi di jalur darat (Asia Tengah) yang dikelola oleh Dinasti Yuan.
Pada abad ke-14 pola baru dalam perdagangan internasional di berlakukan. Pola perdagangan dunia yang menghubungkan wilayah Asia dan Eropa lebih menuju ke arah pertukaran barang. Terdapat 5 zona perdagangan dimana masing-masing zona merupakan wilayah yang independen dan makmur. Zona pertama terdapat di wilayah Pantai Bengal, zona kedua terletak di Selat Malaka, zona ketiga terletak di pesisir timur Semenanjung Atas Malaysia, zona keempat terletak di wilayah Laut Sulu, dan zona kelima terdapat di wilayah Laut Jawa.

Perdagangan Bahari&Perkembangan kerajaan di Pulau Jawa Pada Abad Ke-14
Kemunculan Majapahit di Jawa bagian timur pada abad ke-13 telah menandai mulainya era baru dalam perdagangan dan ekonomi baik kedalam maupun keluar di wilayah Asia Tenggara pada umumnya. Walaupun Jawa bagian tengah dan timur telah dipersatukan oleh Airlangga pada tahun 1025, tapi pada tahun 1044 dua kerajaan yang dipimpin oleh dua anaknya bersaing satu sama lainnya. Proses penyatuan selanjutnya baru dimulai setelah dua abad kemudian, ketika Rajasa (yang kita kenal sebagai Ken Arok) mendirikan Dinasti Singasari. Kerajaan maritim ini berpatroli dengan menggunakan “angkatan laut” Jawa dan mendatangi para residen di pantai utara Jawa untuk meminta upeti untuk kerajaan yang dapat memenuhi permintaan Majapahit dan mengirimkan kepada mereka sebagian dari keuntungan daerah tersebut. Tidak dapat disangsikan lagi, dominasi ekonomi di pelabuhan laut merupakan salah satu kontrol politik, tapi itu bukan pertanyaan tentang ekonomi dan kontrol politik Majapahit di Jawa bagian tengah dan timur.
Pada abad ke empat belas kekuasaan Majapahit berkembang dan tentu saja ada perubahan yang signifikan,perubahan struktur politik merupakan tanda menuju masa depan bagi semua kawasan, untuk perkembangan itu yang dapat dilihat pada Majapahit tahun 1294.

Perdagangan dan Perkembangan di Jawa pada masa Majapahit
Di anggaran dasar perdagangan tahun 1358 tercatat perubahan status tukang tambang di daerah Canggu dan Terung, yang berlokasi di pinggir Sungai Brantas. Daerah canggu merupakan titik temu antara daerah pedalaman dan istana Majapahit. Canggu merupakan salah satu pusat perdagangan di jalur sungai Brantas.

0 komentar

Post a Comment

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..