Slide K.I.S.A.H

Bundaran Batu Satam, Kota Tanjung Pandan, Belitung.
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Gunung Bromo, Jawa Timur.
Kebun Teh Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Desa Saleman, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kampung Bajo, Kaledupa, Wakatobi.
Pantai Pink, Lombok, NTB.
Candi Prambanan, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Sawah Tegalalang, Gianyar, Bali
Suku Sasak, Lombok, NTB.
Wae Rebo, Manggarai, NTT.

KEHIDUPAN MASYARAKAT MULTI KULTURAL


Hakikat dan Makna Multikulturalisme
Multikulturalisme masyarakat Indonesia merupakan kenyataan sosial budaya yang seharusnya dilihat sebagai sesuatu yang alamiah dalam pengertian membicarakannya dalam proporsi yang berimbang. Multikulturalisme secara sosial budaya berarti menempatkan semua pembicaraan tentang suku bangsa pada suatu tingkatan yang sederajat. Kompleksitas permasalahan kesukubangsaan tidak direfleksikan oleh banyaknya warga komunitas, tetapi lebih melihat kepada substansi problema yang dihadapi dalam rangka menegakkan rasa kebangsaan.
Dalam pandangan yang serupa, Havilland mengartikan multikulturalisme merupakan interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda cara hidup dan berfikirnya dalam masyarakat yang sama. Secara ideal, multikulturalisme berarti penolakan kefanatikan, prasangka, rasisme, dan penerimaan sikap menghargai kebudayaan tradisional orang lain. Kebudayaan pada dasarnya merupakan suatu entitas keberagaman yang menunjukkan diri sebagai keniscayaan dalam pluralisme. Multikulturalisme kemudian menjadi suatu kondisi yang tidak terbantahkan karena masing-masing entitas perbedaan dengan sendirinya menghendaki karakter yang beragam. Isu-isu yang lahir dalam multikulturalisme adalah perbedaan untuk satu kualitas persamaan (equality). Entitas perbedaan layaknya ras, religi, feminitas, kelas, etnisitas, mempunyai hak yang sama dalam kualitas, kelayakan dan keberlangsungan hidup.

Filsafat multikulturalisme menurut pandangan Habermas berangkat dari perbedaan kondisi sosial dan budaya dimana perbedaan tersebut sangat berpengaruh terhadap timbulnya berbagai konflik. Untuk mencegah timbulnya konflik akibat perbedaan dalam masyarakat, Habermas menganjurkan agar para warga negara dipersatukan oleh adanya “mutual respect” terhadap hak-hak orang lain. Sementara menurut pemikiran Taylor, suatu masyarakat dengan tujuan kolektif yang kuat dapat saja bersifat liberal; dengan catatan bahwa mereka juga menghormati keanekaragaman khususnya apabila berhubungan dengan siapa yang tidak menyetujui tujuan bersama tersebut. Selanjutnya mereka dapat menjamin suatu keadaan yang mengakui hak-hak fundamentalnya.

Studi Antropologi dan Sosiologi tentang masyarakat majemuk selalu menggambarkan bahwa multikulturalisme merupakan ideologi dari masyarakat multikultur. Beberapa pengertian multikulturalisme antara lain :
1.Multikulturalisme adalah konsep yang menjelaskan dua perbedaan yang saling berkaitan, (1) multikulturalisme sebagai kondisi kemajemukan kebudayaan atau pluralisme budaya dari suatu masyarakat. Kondisi ini diasumsikan dapat membentuk sikap toleransi, (2) multikulturalisme merupakan seperangkat kebijakan pemerintah pusat yang dirancang sedemikian rupa agar seluruh masyarakat dapat memberikan perhatian kepada kebudayaan dari semua kelompok etnik atau suku bangsa.
2.Multikulturalisme merupakan konsep sosial yang diintroduksi ke dalam pemerintahan agar pemerintah dapat menjadikannya sebagai kebijakan, karena hanya pemerintah yang dianggap representatif ditempatkan di atas kepentingan maupun praktik budaya dari semua kelompok etnik dalam suatu bangsa.
3.Multikulturalisme dikaitkan dengan pendidikan, merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keragaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, setidaknya dari sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam artian yang luas.
4.Multikulturalisme sebagai sebuah ideologi merupakan gagasan untuk bertukar pengetahuan kebudayaan atau perilaku budaya. Kita diajak untuk menerima standar umum kebudayaan yang dapat membimbing kehidupan kita dalam sebuah masyarakat yang majemuk.
5.Multikulturalisme merupakan konsep pembudayaan, karena pendidikan merupakan proses pembudayaan, maka masyarakat multikultural hanya dapat diciptakan melalui proses pendidikan.

Ciri Ciri Masyarakat Multikultur
Ciri utama masyarakat multikultur menurut Furnivall adalah orang hidup berdampingan secara fisik, tetapi karena perbedaan sosial budaya mereka terpisah dan tidak bergabung dalam suatu unit politik. Furnivall adalah sarjana yang pertama menemukan dan memperkenalkan terminologi masyarakat multikultur melalui penelitiannya terhadap masyarakat Nederland Indie atau Indonesia tahun 1940.
Dalam studinya Furnivall memperlihatkan gambaran masyarakat sebagai masyarakat multikultur yang menarik. Masyarakat Indonesia di masa kolonial diperintah oleh kelompok ras yang berbeda. Penduduk asli terdiri dari kelompok-kelompok masyarakat yang secara sosial, politik, dan ekonomi terpisah. Ratusan kelompok etnis hidup di kawasan teritorial tersendiri dengan bahasa, sistem sosial budaya yang berbeda-beda dan terpisah satu sama lain serta tersebar di kepulauan Nederland-Indie yang begitu luas. Contoh lain yang dikemukakan Furnivall adalah masyarakat multikultur dalam negara-negara (yang waktu itu sudah merdeka), tetapi masyarakatnya masih tetap terpisah-pisah secara fungsional dalam unit-unit ekonomi. Menurut Furnivall kelompok-kelompok ekonomi itu hidup menyendiri dalam masyarakat negara tersebut sesuai dengan sistem sosialnya masing-masing.
Pemisahan tersebut seperti juga dalam kasus masyarakat multikultural di Indonesia yang disebabkan oleh adanya perbedaan ras, etnik, adat istiadat, bahasa daerah atau agama. Kanada adalah contoh yang baik untuk dua kelompok masyarakat yang dipisahkan oleh ras Perancis, Inggris, dan Irlandia, dengan nama Protestan dan Katholik. Sedangkan di Eropa Utara masyarakat banyak dipisahkan oleh faktor ekonomi atau okupasi. Sementara di India, Muangthai, dan Cina kelompok-kelompok masyarakatnya dipisahkan oleh kasta agama.
Dalam kaitan yang sama Nathan Glazer mengemukakan bahwa ciri-ciri multikulturalisme yang ada di dalam masyarakat merupakan satu-satunya jalan untuk membentuk toleransi dan demokrasi politik di dunia yang diatasnya tumbuh konflik antara kebudayaan karena perbedaan nilai. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, ciri multikultural sangat mengemuka, keragaman etnik yang berada di dalamnya mengandung dimensi multibudaya.

Kita tidak dapat mengatakan bahwa masyarakat kita merupakan masyarakat multikultural jika kita tidak mempunyai kelompok-kelompok etnik yang berbeda dalam kebudayaan, bahasa, nilai-nilai, adat istiadat, dan tata kelakuan yang diakui sebagai pengetahuan dan jalan positif untuk menciptakan toleransi dalam sebuah komunitas. Kymlicka mengemukakan bahwa masyarakat modern sering dihadapkan pada kelompok minoritas yang menuntut pengakuan atas identitas mereka, dan diterimanya perbedaan budaya. Hal tersebut sering disebut tantangan multikulturalisme. Multikulturalisme mencakup berbagai bentuk pluralisme budaya yang berbeda dan masing-masing memiliki tantangan tersendiri.
Fourth National Conference of the Federation of Ethnic Councils of Australia menyatakan bahwa ciri-ciri masyarakat multikultural adalah sebagai berikut :
1.Adanya variasi dari perbedaan budaya.
2.Kebebasan dalam menjalankan perbedaan beragama.
3.Bahasa dan adat sosial yang berbeda.
4.Adanya kepedulian dalam berbagai nilai.
5.Semua kelompok etnik menekankan toleransi budaya, bahasa, dan agama meskipun berbeda antara satu dengan yang lainnya agar mereka tidak kehilangan identitas

Multikulturalisme di Indonesia Sebagai Suatu Realita
Multikulturalisme merupakan masalah yang mendasar serta berkesinambungan serta menentukan hidup matinya bangsa-negara Indonesia. Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa di dalam masa kritis yang dilewati bangsa Indonesia pada akhir-akhir ini dengan terjadinya berbagai gesekan horizontal menunjukkan gejala-gejala pengkhianatan terhadap tiga azas kehidupan bangsa Indonesia yaitu : pertama, pengkhianatan terhadap ikrar Sumpah Pemuda tahun 1928, yaitu keinginan untuk membangun suatu bangsa. Kedua, pengkhianatan terhadap kesepakatan untuk hidup bersama di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Gerakan separatisme timbul tentunya karena adanya kekhilafan-kekhilafan yang kita buat sendiri, antara lain adanya sikap meremehkan eksistensi kebhinekaan budaya bangsa Indonesia dan terlalu mementingkan budaya satu atau beberapa kelompok etnis saja. Ketiga, pengkhianatan terhadap ikrar bersama untuk hidup rukun, penuh toleransi, karena diikat oleh satu tujuan yaitu ingin membangun satu masyarakat yang adil-makmur secara merata.
Menurut Tilaar, masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan keragaman masyarakat pada hakikatnya berakar dari adanya pengakuan terhadap multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa Indonesia. Dengan multikulturalisme kita dapat menyoroti masalah-masalah besar sebagimana dikemukakan oleh Gus Dur yaitu masalah agama, kehidupan berbangsa, dan masalah rakyat yang cukup banyak. Di dalam kehidupan beragama perlu dirumuskan adanya kehidupan beragama yang mengedepankan toleransi atau eksklusivisme dan penolakan terhadap berbagai jenis fundamentalisme. Dalam kehidupan berbangsa juga harus dikembangkan pengakuan terhadap adanya budaya yang beraneka ragam dari berbagai etnis bangsa dan akhirnya dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan rakyat banyak agar diadakan pendekatan kultural yang hidup dalam setiap etnis bangsa Indonesia.
Multikulturalisme di Indonesia harus dilihat secara komprehensif tidak hanya pluralisme politik, tetapi juga pluralisme keberagaman agama, dan etnisitas. Peradaban manusia Indonesia akan menghadapi krisis jika pluralisme keberagamaan dan etnisitas tidak bisa ditegakkan. Dengan demikian, pluralisme politik harus berjalan seiring dengan sikap keberagaman, etnis, golongan pengkhayatan, dan ketaatan terhadap hukum; karena hanya dengan demikian demokrasi dapat diwujudkan.
Nasionalisme Indonesia baru berbeda dengan nasionalisme sebelumnya, dimana masyarakat bangsa yang berdiri di atas pengakuan akan kebhinekaan masayarakat dan budaya Indonesia, yaitu masyarakat Indonesia yang multikultural. Masyarakat tersebut tidak akan lahir dengan sendirinya tanpa upaya terus-menerus yang dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia. Sebuah masyarakat lahir yang dari proses pembudayaan dan pembudayaan yang lahir dari proses pendidikan multikultural.
Dalam menghadapi zaman yang penuh tantangan untuk membangun satu bangsa Indonesia yang besar dan berjaya, diperlukan suatu visi masa depan Indonesia memasuki abad ke-21 telah ditetapkan dalam TAP MPR No. 7 tahun 2001. Dalam visi masa depan terdapat dua tujuan yaitu membangun masyarakat yang demokratis dan membangun manusia Indonesia yang cerdas serta bermoral.
Tren kehidupan umat dalam era globalisasi dewasa ini memposisikan masyarakat dan bangsa Indonesia terkait erat dengan arus besar perubahan dunia akibat globalisasi.

Berkaitan dengan multikulturalisme dan masa depan yang dipengaruhi arus globalisasi, Masini mengemukakan empat bentuk masa depan yang dapat dipelajari yaitu:
1.Masa depan yang mungkin (possible futures)
2.Masa depan yang dikehendaki (preferable futures)
3.Masa depan yang masuk akal (plausible futures)
4.Masa depan yang paling mungkin (probable futures

Membangun masyarakat yang puralis dan multikultur seperti Indonesia merupakan suatu tugas yang berat. Membangun masyarakat yang demikian menuntut suatu pandangan baru mengenai nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Indonesia yang dilahirkan sejak kebangkitan nasional yang pertama telah mengalami perubahan-perubahan dalam era kebangkitan nasional yang kedua. Selanjutnya dalam era reformasi, menuntut suatu rumusan baru mengenai nasionalisme Indonesia di dalam membangun suatu nation state yang multikultural. Bila dikaitkan dengan semboyan bangsa kita, Bhineka Tunggal Ika, maka konsep multikulturalisme Indonesia merupakan perwujudan yang nyata.
Dengan kondisi bangsa Indonesia yang penuh dengan keanekaan, konsep toleransi menjadi pilihan yang cukup baik dalam rangka terbangunnya komunitas nasional yang heterogen, tetapi tidak menumbuhkan konflik dan pertentangan. Akan tetapi konsep toleransi saja tidak cukup realistis, jika tidak ditopang oleh proses alamiah dari setiap kontak budaya, dari setiap hubungan sosial baik dalam lingkup internal maupun eksternal dari suatu komunitas.
Kontak kultural tidak hanya akan membuahkan toleransi, pengakuan akan keberadaan sebuah kebudayaan yang terpisah, serta gagasan pluralisme, melainkan dapat dipastikan akan menghasilkan saling pengaruh, saling memperkaya antarbudaya, dan gagasan mengenai multikulturalisme. Adanya gagasan multikulturalisme akan segera ditemukan kenyataan bahwa sebenarnya diri seseorang, suatu komunitas kebudayaan maupun agama, sebenarnya terbentuk dari aneka budaya; bahwa di dalam diri kita hidup orang lain dan di dalam orang lain hidup diri kita sehingga dengan demikian akan lahir adanya suatu kesatuan dari keberagaman.

Pendidikan Multikultural Sebagai Upaya Pemahaman Multikulturalisme
Masyarakat masa depan adalah masyarakat berdasarkan ilmu pengetahuan (konwledge-based-society) yang berati menuntut setiap insan Indonesia untuk sekurang-kurangnya mengenal dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi di dalam usaha memperbaiki taraf kehidupan. Kehidupan masa depan mendambakan suatu masyarakat yang menghormati hak-hak azasi manusia atau dikenal dengan sebutan masyarakat madani.

Sungguh pun membentuk masyarakat madani merupakan suatu cita-cita luhur yang telah digariskan dalam pembukaan UUD 1945, namun memerlukan pengorbanan yang besar dari seluruh bangsa Indonesia. Suatu masyarakat yang pluralistis dan multikultural hanya mungkin dibangun oleh manusia-manusia yang cerdas dan bermoral. Tugas ini hanya dapat diwujudkan melalui perubahan sikap setiap warga negara. Perubahan sikap merupakan hasil pembinaan melalui proses pendidikan berdasarkan azas demokrasi dan multikulturalisme.

Pendidikan multikultural merupakan suatu tuntutan yang wajib dipenuhi dalam usaha membangun Indonesia baru. Secara prinsip, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang berusaha menanamkan penghargaan terhadap adanya perbedaan. Selain itu, pendidikan multikultural merupakan konsep baru; yang merupakan bagian dari pendidikan kewargaan negara. Kurikulum inti dalam pendidikan multikultural yang pertama adalah menumbuhkan sikap toleran dari warga masyarakat agar mengakui adanya pluralisme dalam masyarakat. Sikap yang kedua adalah menciptakan dialog sebagai antisipasi untuk mengurangi gesekan-gesekan atau ketegangan yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat.
Salah satu upaya yang dibutuhkan adalah bagaimana cara mereduksi berbagai jenis prasangka negatif yang secara potensial hidup di dalam masyarakat pluralis. Peranan guru dalam pelaksanaan kurikulum yang berisi pendidikan multikultural menempati bagian yang cukup penting. Peranan guru berkaitan dengan program pendidikan guru yang tepat; manajemen rekruitmen, pendidikan, dan penempatan guru di Indonesia akan sangat menentukan keberhasilan pendidikan multikultural.
Untuk dapat mewujudkan pendidikan multikultural yang ideal di Indonesia, perlu membuat strategi model pendidikan yang mencakup tiga jebis transformasi, yaitu :
1.Transformasi diri secara individu.
2.Transformasi sekolah sebagai lembaga pendidikan.
3.Transformasi dari dalam lingkungan masyarakat.

Pertentangan etnis yang pernah terjadi di negeri kita beberapa tahun terakhir mengajarkan betapa pentingnya pendidikan multikultural bagi masyarakat. Meskipun masyarakat mengakui adanya keragaman secara formal, tetapi tidak demikian pada kenyataan yang tergambar dalam realitas kehidupan yang berlangsung di masyarakat.
Di Indonesia, pendidikan multikultur merupakan wacana yang relatif baru dan dipandang sebagai suatu pendekatam yang lebih sesuai bagai masyarakat Indonesia yang heterogen, terutama bagi daerah-daerah yang memiliki semangat bahkan euforia otonomi dan desentralisasi. Dalam konteks ini, pendidikan multikultural menjadi sangat strategis bagi upaya menanamkan pemahaman sikap keberagaman sekaligus kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun dalam hal pendidikan multikultural tidak dijalankan dengan baik, justru akan menjadi saluran paling efektif bagi munculnya bibit-bibit desintegrasi.
Kurikulum pendidikan multikultural seyogyanya memuat perimbangan pemhaman tentang kebudayaan lokal sebagai entitas multikultural dalam kerangka integrasi nasional sebagai kondisi ideal yang diharapkan. Atas dasar ini, pendidikan multikultural diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai filosofis kebudayaan masing-masing daerah, tetapi pada saat yang relatif sama mampu pula mengubungkannya dalam konstelasi nilai-nilai filosofis kebudayaan nasional.
Membayangkan bagaimana pendidikan multikutural dapat berlangsung dengan baik di lembaga pendidikan formal dalam era transformasi global merupakan harapan ideal yang sulit dilakukan. Namun itu tidak berarti tidak ada upaya untuk terus melakukan pemahaman bersama tentang kurikulum, perencanan, strategi, dan evaluasi pendidikan multikultural.

Multikulturalisme dan Tantangan Global Masa Depan
Masyarakat Indonesia dalam bentuknya yang bhineka telah mengalami kehidupan yang beraneka ragam dalam sejarah perkembangannya. Dalam era reformasi memasuki milenium ketiga, masyarakat Indonesia telah mengalami berbagai goncangan yang dahsyat sebagai suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia harus mempunyai modal intelektual untuk menghadapi perubahan-perubahan di masa depan.
Salah satu upaya dalam mengarahkan resiko masa depan yaitu membentuk suatu masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang demokratis dan menghormati hak azasi manusia. Manusia dilahirkan dengan berbagai jenis keinginan, nafsu, dan kebergaman kepentingan merupakan potensi untuk kemajuan tetapi bisa juga mengarah pada potensi timbulnya konflik. Masyarakat madani berusaha menciptakan kebersamaan, menghormati perbedaan, kepentingan bersama, serta senantiasa berupaya mengatasi perbedaan.
Konsep nasionalisme sebagaimana yang terlahir pada masa kebangkitan nasional 1908 di Indonesia kini menghadapi berbagai tantangan. Pada masa kebangkitan nasional I perbedaan suku bangsa, keyakinan, dan agama tidak menjadi masalah karena musuh besar yang saat itu dihadapi bangsa Indonesia adalah kolonialisme dan imperialisme. Kini tantangan kebhinekaan bangsa Indonesia adalah perbedaan agama, suku bangsa, tingkat ekonomi dan sosial yang seringkali dibesar-besarkan. Kondisi demikian menjadi masalah yang sangat krusial dalam menentukan wajah masa depan masyarakat dan bangsa Indonesia yang memerlukan pengakuan adanya multikultur sekaligus perlunya persatuan masyarakat untuk menghadapi resiko keterpurukan bangsa baik dalam bidang ekonomi maupun sosial.
Multikulturalisme merupakan pilihan atau resiko yang perlu diambil oleh keputusan masyarakat bangsa Indonesia agar bisa survive di masa depan. Multikultur merupakan suatu resiko yang perlu diambil dalam membina masyarakat bangsa Indonesia. Di atas konsep tersebut, seharusnya diambil kepurtusan-keputusan yang rasional, demokratis, faham pengembangan liberalisme yang tepat, pengakuan terhadap kebhinekaan budaya masyarakat dan bangsa Indonesia, adanya kebebasan beragama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya, demikian pula membangun nasionalisme baru dari masyarakat baru Indonesi, serta kesatuan tekaduntuk membangun suatu dunia yang bebas dari kemiskinan serta pengakuan terhadap hak-hak azasi semua manusia Indonesia.
Masyarakat yang penuh resiko masa depan perlu ditangani dengan penguasaan ilmu pengetahuan khususnya untuk meningkatkan taraf kehidupan manusia. Masyarakat yang tidak menguasai ilmu pengetahuan akan tertinggal bahkan menjadi budak dari masyarakat yang menguasai pengetahuan dan teknologi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi saja belum cukup untuk bisa membangun suatu masyarakat yang damai, sejahtera dan mengakui hak-hak azasi manusia setiap anggota masyarakat.
Bentuk masyarakat masa depan yang ideal adalah masyarakat madani yang bebas dari pelecehan hak-hak azasi manusia dan senantiasa perduli terhadap penderitaan sebagian besar umat manusia dewasa ini yaitu kemiskinan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Castells, dalam bukunya The Information Age : Economy, Society, and Culture ; masyarakat bangsa seperti Indonesia, toleransi harus dijunjung tinggi karena fahammultikultural sangat menghormati manusia atau masyarakat yang bereksistensi dalam identitas budayanya. Apabila bentuk ideal masyarakat multikultur sudah terbentuk sebagaimana masyarakat madani di Indonesia, maka sudah dapat digambarkan masa depan yang lebih baik akan berada dalam genggaman setiap anggota masyarakat bangsa.

0 komentar

Post a Comment

Setelah membaca posting Berikan Komentar anda untuk memperbaiki kesalahan tulisan kami..